Kamis, 10 Oktober 2013

Paper PKN MKU



BAB 1: Pancasila sebagai Sistem Filsafat
ASPEK ONTOLOGIS

Secara ontologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Menurut Notonagoro hakikat dasar ontologis Pancasila adalah manusia, karena manusia merupakan subjek hokum pokok dari sila-sila Pancasila. Hal ini dapat dijelaskan bahwa yang berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusian yang adil dan beradab, berkesatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia pada hakikatnya adalah manusia (Kaelan, 2005).
Dengan demikian. secara ontologis hakikat dasar keberadaan dari sila-sila Pancasila adalah manusia. Untuk hal ini. Notonagoro lebih lanjut mcngemukakan bahwa manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, serta jasmani dan rohani. Selain itu, sebagai makhluk individu dan sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, secara hierarkis sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat silasila Pancasila (Kaelan, 2005).
Selanjutnya, Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia memiliki susunan lima sila yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan, serta mempunyai sifat dasar kesatuan yang mutlak, yaitu berupa sifat kodrat monodualis, sebagai makhluk individu sekaligus juga sebagai makhluk sosial. Di samping itu, kedudukannya sebagai makhluk pribadi yang berdiri sendiri, sekaligus sebagai makhluk Tuhan. Konsekuensmya, segala aspek dalam penyelenggaraan negara diliputi oleh nilai Pancasila yang merupakan suatu kesatuan yang utuh yang memiliki sifat dasar yang mutlak berupa sifat kodrat manusia yang monodualis tersebut.
Kemudian, seluruh nilai-nilai Pancasila tersebut menjadi dasar rangka dan jiwa bagi bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara harus dijabarkan dan bersumberkan pada nilai-nilai Pancasila. seperti bentuk negara, sifat negara, tujuan negara, tugas/kewajiban negara dan warga negara, sistem hukum negara, moral negara, serta segala aspek penyelenggaraan negara lainnya.


BAB 2: Pancasila sebagai Ideologi Nasional
DIMENSI IDEALITAS PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL
Pancasila Jika dilihat dari nilai-nilai dasarnya, dapat dikatakan sebagai ideologi terbuka. Dalam Ideologi terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai mendasar, bersifat tetap dan tidak berubah. oleh karenanya ideologi tersebut tidak langsung bersifat operasional, masih harus dieksplisitkan, dijabarkan melauli penafsiran yang sesuai dengan konteks jaman. pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki dimensi-dimensi idealitas, normatif, dan realitas.
Pancasila dikatan sebagai ideologi terbuka memiliki dimensi idealitas karena memiliki nilai-nilai yang dianggap baik, benar oleh masyarakat indonesia pada khususnya dan manusia pada umumnya. Rumusan-rumusan pancasila sebagai ideologi terbuka bersifat umum, universal sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Dimensi idealisme, mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan cita-cita tersebut suatu bangsa akan mengetahui ke arah mana tujuan akan dicapai. Pancasila adalah suatu ideologi yang mengandung cita-cita yang akan dicapai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Cita-cita tersebut akan mampu menggugah harapan dan memberikan optimisme Berta motivasi kepada bangsa Indonesia. Maka semua itu harus diwujudkan secara nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.










BAB 3: Identitas Nasional
Keterkaitan Globalisasi Dengan Identitas Nasional
a. Pengertian Globalisasi
Adanya Era globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Era Globalisasi tersebut mau tidak mau, suka tidak suka telah datang dan menggeser nilai-nilai yang telah ada. Nilai-ninlai tersebut, ada yang bersifat positif dan ada pula yang bersifat negative. Semua ini merupakan ancaman,tantangan,dan sekaligus sebagai peluang bagi bangsa Indonesia untuk berkreasi dan berinovasi disegala aspek kehidupan.
Di era globalisasi, pergaulan antar bangsa semakin ketat. Batas antarnegara hamper tidak ada artinya, batas wilayah tidak lagi menjadi penghalang. Di dalam pergaulan antarbangsa yang semakin kental itu, akan terjadi proses akulturasi, saling meniru dan saling mempengaruhi diantara budaya masing-masing. Adapun yang perlu dicermati dalam proses akulturasi tersebut, apakah dapat melunturkan tata nilai yang merupakan jati diri bangsa Indonesia?
Lunturnya tata nilai tersebut biasanya ditandai oleh dua faktor yaitu :
1) semakin menonjolnya sikap individualistis, yaitu mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum, hal ini bertentangan dengan asas gotong royong; serta
2) semakin menonjolnya sikap materialistis, yang berarti harkat dan martabat manusia hanya diukur dari hasil atau keberhasilan sesorang dalam memperoleh kekayaan. Hal ini bisa berakibat bagaiman cara memperolehnya menjadi tidak dipersoalkan lagi.
Apabila ini terjadi, berarti etika dan moral telah dikesampingkan. Arus informasi yang semakin pesat mengakibatkan akses masyarakat tehadap nilai nilai asing yang negative semakin besar. Apabila proses ini tidak segera dibendung, akan berakibat lebih serius ketika pada puncaknya masyarakat tidak bangga lagi pada bangsa dan negaranya.
Pengaruh negative akibat proses akulturasi dapat merongrong nilai-nilai yang telah
ada di dalam masyarakat. Jika semua ini tidak dapat dibendung, akan menggagu ketahanan disegala aspek kehidupan, bahkan akan berpengaruh pada kredibilitas sebuah ideologi. Untuk membendung arus globalisasi yang sangat deras tersebut maka harus diupayakan suatu kondisi (konsepsi) agar ketahanan nasional dapat terjaga, yaitu dengan cara membangun sebuah konsep nasionalisme kebangsaan yang mengarah kepada konsep
Identitas Nasional.
b. Keterkaitan Globalisasi Dengan Identitas Nasional
Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu Negara dengan Negara yang lain menjadi semakin tinggi. Dengan demikian, kecenderungan munculnya kejahatan yang bersifat transnasional semakin sering terjadi. Kejahatankejahatan tersebut, antara lain terkait dengan masalah narkotika, pencucian uang (money laundering), peredaran dokumen keimigrasian palsu, dan terorisme. Masalah-masalah tersebut berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa yang selama ini dijunjung tinggi.
Hal ini ditunjukkan dengan semakin merajalelanya peredaran narkotika dan psikotropika sehingga sangat merusak kepribadian dan moral bangsa, khususnya bagi generasi penerus bangsa. Jika hal tersebut tidak dibendung akan menggagu terhadap ketahanan nasional di segala aspek kehidupan, bahkan akan menyebabkan lunturnya nilai-nilai Identitas Nasional.





















BAB 4: Sistem Konstitusi
DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945 “AMANDEMEN”

Amandemen/Perubahan UUD’45 Dan Dinamika Pelaksanaan UUD’45 Sejak Awal
Kemerdekaan Hingga Masa Reformasi
a. Proses Perubahan/Amandemen Undang Undang Dasar 1945
Pasal terakhir Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen juga memuat tentang perubahan Undang-Undang Dasar, terutama mengingat agar Undang-Undang Dasar itu senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman dan aspirasi rakyat. Pasal 37, memuat 5 ayat berkaitan dengan ketentuan tentang perubahan Undang-Undang Dasar, sebagai berikut:
(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam siding Majelis Permusyawaratan Rakyat, apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu dan seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(5) Khusus tentang bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.
Pasal yang mengatur tentang perubahan Undang-Undang dasar ini ditentukan berkaitan dengan pasal-pasal Undang-Undang Dasar, jadi bukan terhadap Pembukaan UUD 1945. Logikanya kalau hak itu menyangkut Perubahan Pembukaan UUD 1945, hak itu sama halnya mengubah seluruh sistem negara yang meliputi bentuk negara, sifat negara. Berketuhanan, tujuan negara dan dasar negara Pancasila. mengingat Pembukaan sebagai deklarasi bangsa Indonesia dan dalam ilmu hukun disebut sebagai ‘Stoatsfundamentainomy’, yang merupakan sumber norma hukum positif Indonesia.

BAB 5: Politik dan Strategi

Politik Pembangunan Nasional Dan Manajemen Nasional

Politik merupakan cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan politik bangsa Indonesia telah tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap seluruh bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dengan demikian, politik pembangunan harus berpedoman pada pembukaan UUD 1945.
Politik pembangunan sebagai pedoman dalam pembangunan nasional memerlukan kepanduan tata nilai, struktur, dan proses. Keterpaduan tersebut merupakan himpunan usaha untuk mencapai efisiensi, daya guna, dan hasil guna sebesar mungkin dalam penggunaan sumber daya dan dana nasional dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Karena itu diperlukan sistem manajemen nasional yang berfungsi memadukan penyelenggaraan siklus kegiatan perumusan, pelaksanaan dan pengendalian pelaksanaan kebijaksanaan. Sistem manajemen nasional memadukan seluruh upaya manajerial yang melibatkan pengambilan keputusan berkewenangan dalam rangka penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan ketertiban nasional sosial, politik, dan administrasi.












BAB 7: Rule of Law
Prinsip-Prinsip Rule of Law Secara Formal di Indonesia

Di Indonesia, prinsip-prinsip rule of law secara formal tertera dalam pembukaan UUD
1945 yang menyatakan :
a. bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa,… karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan “peri keadilan”;
b. ,..kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, “adil” dan makmur;
c. ,.untuk memajukam “kesejahteraan umum”,… dan “keadilan sosial”;
d. ,.disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu “Undang-Undang Dasar Negara Indonesia”;
e. “… kemanusiaan yang adil dan beradab”; serta
f. … serta dengan mewujudkan suatu “keadilan sosial” bagi seluruh rakyat Indonesia.
Prinsip-prinsip tersebut pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “rasa keadilan” bagi rakyat Indonesia, juga “keadilan sosial” sehingga Pembukaan UUD 1945 bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti dari rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial.
Prinsip-prinsip di atas merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi penyelengaraan negara/pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan terutama keadilan sosial. Penjabaran prinsip-prinsip Rule of Law secara formal termuat di dalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu :
a. Negara Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 Ayat [3]);
b. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 Ayat [1]);
c. Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (Pasal 27 Ayat [1]);
d. Dalam Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum ( Pasal 28 D Ayat [1]); serta
e. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja ( Pasal 28 D Ayat [2]).

BAB 8: Hak Azasi Manusia
HAM Menurut UU No. 39 tahun 1999

Dalam proses reformasi dewasa ini terutama akan perlindungan hak-hak asasi manusia semakin kuat bahkan merupakan tema sentral. Oleh karena itu jaminan hak-hak asasi manusia sebagaimana terkandung dalam UUD 1945, menjadi semakin efektif terutama dengan diwujudkannya Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 tahun 1999, tentang Hak Asasi manusia. dalam Konsiderans dan Ketentuan Umum Pasal I dijelaskan, bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaban manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Selain hak asasi juga dalam LJU No. 39 tahun 1999, terkandung kewajiban dasar manusia, yaitu seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia.
UU No. 39 tahun 1999 tersebut terdiri atas 105 pasal yang meliputi macam Hukum asasi, perlindungan hak asasi, pembatasan terhadap kewenangan pemerintah serta KOMNAS HAM yang merupakan lembaga pelaksana atas perlindungan hak-hak asasi manusia. Hak-hak asasi tersebut meliputi, hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita, dan hak anak.
Demi tegaknya asasi setiap orang maka diatur pula kewajiban dasar manusia, antara lain kewajiban untuk menghormati hak asasi orang lain, dan konsekuensinya setiap orang harus tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu juga diatur kewajiban dan tanggung jawab pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakkan serta memajukan hak-hak asasi manusia tersebut yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan hukum internasional yang diterima oleh negara Republik Indonesia.
Dengan diundangkannya UU No. 39 tahun 1999 tentang hak-hak asasi manusia tersebut bangsa Indonesia telah masuk pada era baru terutama dalam menegakkan masyarakat yang demokratis yang melindungi hak-hak asasi manusia. Namun demikian sering dalam pelaksanaannya mengalami kendala yaitu dimana antara penegakkan hukum dengan kebebasan sehingga kalau tidak konsisten maka akan merugikan bangsa Indonesia sendiri.

BAB 9: Hak dan Kewajiban Warga Negara

Problem Status Kewarganegaraan

Apabila asas kewarganegaraan di atas diterapkan secara tegas dalam sebuah negara, akan mengakibatkan status kewarganegaraan seseorang menjadi sebagai berikut :
a. Apatride, yaitu seseorang tidak mendapatkan kewarganegaraan disebabkan oleh orang tersebut lahir di sebuah negara yang menganut asas ius sanguinis.
b. Bipatride, yaitu seseorang akan mendapatkan dua kewarganegaraan apabila orang tersebut berasal dari orang tua yang negara asalnya menganut sanguinis, sedangkan ia lahir di suatu negara yang menganut ius soli.
c. Multipatride, yaitu seseorang (penduduk) yang tinggal di perbatasan antar – dua negara.
Dalam rangka memecahkan problem kewarganegaraan di atas, setiap Negara memiliki peraturan sendiri sendiri yang prinsip prinsipnya bersifat universal sebagaimana dalam UUD 1945 Pasal 28 D Ayat (4) bahwa setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. Oleh sebab itu, negara Indonesia melalui UU no. 62 Tahun 1958 tentang kewarganegaraan Indonesia dinyatakan bahwa cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia sebagai berikut:
a. Karena kelahiran ;
b. Karena pengangkatan ;
c. Karena dikabulkan permohonan ;
d. Karena pewarganegaraan ;
e. Karena perkawinan ;
f. Karena turut ayah dan ibu ; serta
g. Karena pernyataan.



BAB 10: Geopolitik Indonesia
GEOPOLITIK DAN HUKUM KEWILAYAHAN

Hukum Laut dan Perkembangannya
Perkembangan Sejarah hukum laut tidak lepas dari kemajuan teknologi maritime perkapalan dan kepelabuhanan – Belanda dan Inggris, serta orientasi komoditi perdagangan dunia (Simbolon, 1995). Setelah Perang Salib sampai dengan bagian akhir zaman pencerahan (renaissance), laut praktis hanya menjadi milik Spanyol dan Portugal sehingga ada semacam pembagian wilayah yuridiksi dari kedua Negara tersebut. Bagian akhir zaman pencerahan (renaissance), teknologi maritime Belanda dan Inggris melampaui Spanyol dan Portugal. Oleh Karena itu, hukum laut banyak ditentukan oleh polemik bangsa Belanda dan Inggris.
Namun, sebelum membahas polemik yang menghasilkan rezim hukum laut, ada baiknya dibahas terlebih dahulu hakikat laut. Hakikat laut adalah:
1. bebas, merdeka dan bergerak, serta relatif tetap dan tidak mudah dirusak;
2. datar dan tebuka, serta tidak dapat dipakai sembunyi;
3. tidak dapat dikuasai secara mutlak (tidak dapat dikaveling, sulit diberi tanda); serta
4. media untuk bermacam-macam alat angkut, terutama yang bervolume besar.
Dari hakikat tersebut timbul, falsafah hukum laut yang berbuntut pada perebutan wilayah laut yakni:
1. Res Nullius: Laut tidak ada yang memiliki, karena itu dapat diambil dan dimiliki setiap negara;
2. Res Communis: Laut milik masyarakat dunia, karena itu tidak dapat diambil/dimiliki oleh setiap negara.
Belanda dan Inggris merasa bahwa mereka tidak harus tunduk pada negara yang lebih “primitif”. Oleh karena itu, para ahli hukum dari kedua negara tersebut saling berpolemik mengeluarkan argumentasi tentang hak atas laut.



BAB 11: Geostrategi Indonesia
Perkembangan Konsep Geostrategi Indonesia

Pada awalnya pengembangan awal geostrategi Indonesia digagas Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SESKOAD) Bandung tahun 1962. Isi konsep geostrategic Indonesia yang tenimus adalah pentingnya pengkajian terhadap perkembangan lingkungan strategi di kawasan Indonesia yang ditandai dengan meluasnya pengaruh Komunis. Geostrategi Indonesia pada waktu itu dimaknai sebagai strategi untuk mengembangkan dan membangun kemampuan teritorial dan kemampuan gerilya untuk menghadapi ancaman komunis di Indocina.
Pada tahun 1965-an lembaga ketahanan nasional mengembangkan konsep geostrategi Indonesia yang lebih maju dengan rumusan sebagai berikut: Bahwa geostrategic Indonesia harus berupa sebuah konsep strategi untuk mengembangkan keuletan dan daya tahan, juga untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan menangkal ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan, baik bersifat internal maupun ekstemal. Gagasan ini agak lebih progresif, tapi tetap terlihat konsep geostrategi Indonesia baru sekadar membangun kemampuan nasional sebagai faktor kekuatan penangkal bahaya.
Sejak tahun 1972 Lembaga Ketahanan Nasional terus melakukan pengkajian tentang geostrategi Indonesia yang lebih sesuai dengan konstelasi Indonesia. Pada era itu konsepsi geostrategi Indonesia dibatasi sebagai metode untuk mengembangkan potensi ketahanan nasional dengan pendekatan keamanan dan kesejahteraan untuk menjaga identitas kelangsungan serta integritas nasional sehingga tujuan nasional dapat tercapai. Terhitung mulai tahun 1974 geostrategi Indonesia ditegaskan wujudnya dalam bentuk rumusan ketahanan nasional sebagai kondisi, metode, dan doktrin dalam pembangunan nasional. Pengembangan konsep geostrategi Indonesia bahkan juga dikembangkan oleh negara-negara yang lain dengan bertujuan :
a. Menyusun dan mengembangkan potensi kekuatan nasional, baik yang berbasis pada aspek ideologi, politik, sosial budaya, dan hankam, maupun aspek-aspek alamiah. Hal ini untuk upaya kelestarian dan eksistensi hidup negara dan bangsa dalam mewujudkan cita-cita proklamasi dan tujuan nasional.
b. Menunjang tugas pokok pemerintahan Indonesia dalam:
1 ) menegakkan hukum dan ketertiban (law and order),
2) terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran (welfare and prosperity),
3) terselenggaranya pertahanan dan keamanan (defense and prosperity),
4) terwujudnya keadilan hukum dan keadilan sosial (yuridical justice and social justice), serta
5) tersedianya kesempatan rakyat untuk mengaktualisasikan din (freedom of the people).
Geostrategi Indonesia sebagai pelaksanaan geopolitik Indonesia memiliki dua sifat pokok sebagai benkut.
a. Bersifat daya tangkal. Dalam kedudukannya sebagai konsepsi penangkalan, geostrategi Indonesia ditujukan menangkal segala bentuk ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan terhadap identitas, integritas, serta eksistensi bangsa dan negara Indonesia.
b. Bersifat developmental/pengembangan, yaitu pengembangan potensi kekuatan bangsa dalam ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankarn sehingga tercapai kesejahteraan rakyat.



















TUGAS AKHIR PAPER
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN



DISUSUN OLEH


NAMA                      : M.  ASFAR SYAFAR
NIM                          : I111 12 286
KELOMPOK           : ENAM
KELAS                     : PETERNAKAN-C


UNIT PELAKSANA TEKNIS MATA KULIAH UMUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar