Kamis, 10 Oktober 2013

MAKALAH SOSIOLOGI PETERNAKAN : GENDER DAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN



BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Istilah gender sering  disalahkaprahkan  hanya  soal  perempuan.  Analisis gender   muncul   pada   waktu   kaum   feminis   sosialis   menanggapi   pandangan  masyarakat,  ketika  muncul  pandangandari  kaum  feminis  radikal.  Feminisme  radikal mengangkat permaslahan ketidakadilan terhadap perempuan dari aspek  budaya    yang    dikuasai    kaum    laki-laki    (patriarkhi).    Usaha    kaum    feminis  sebelumnya,  yakni  feminisme  liberal  menganggap  permasalahan  perempuan  dapat  diselesaikan  dari  aspek  hukum  ternyata  belum  berhasil.
Demikian  pula,  usaha   kaum   feminis   marxis   yang   berusaha   menganalisis   permasalahan perempuan  dari  aspek  ekonomi.  Gerakan  feminisme  radikal  ini  menjadi  heboh karena dianggap melawan kaum  laki-laki.  Situasi peran ini yang ingin dikurangi  oleh  kaum  feminis  sosialis  dengan  memperkenalkan  analisis  gender.  Istilah  gender digunakan oleh Ann Oakley dan teman-teman pada tahun 1970-an, untuk menggambarkan karakteristik laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh kontruksi sosial.
Penelitian  Mead  mengenai  jenis  kelamin  dan  gender  yang  dilakukan  selama beberapa tahun di kalangan suku Arapesh yang tinggal di pegunungan,  suku Mundugumor yang tinggal di tepi sungai, dan suku Tschambuli yang tinggal  di tepi danau, Mead menemukan bahwa klasifikasi tersebut ternyata tidak berlaku  bagi   ketiga   kelompok   etnik   tersebut.   Menurut   Mead,   kepribadian   kaum  perempuan maupun laki-laki di kalangan suku Arapesh cenderung ke arah sifat tolong-menolong, tidak agresif dan penuh perhatian terhadap kepentingan orang lain, disana tidak dijumpai seksualitas kuat maupun dorongan kuat kearah kekuasaan. Pada suku Mundugumor di pihak lain, baik laki-laki maupun perempuan diharapkan untuk kepribadian agresif, perkasa, keras disertai seksualitas kuat sedangkankerpibadian yang mengarah ke sifat keibuan dan watak  melindungi  hampir  tidak  nampak.  Sedangkan  pada  suku  etnik  Arapesh,  menurut temuan Mead, dijumpai keadaan yang beran dengan masyarakat Barat,  karena di sana kaum perempuan justru bersifat menguasai sedangkan kaum laki-  laki berkepribadian emosional dan kurang bertanggung jawab. Dari temuannya di lapangan  mengenai  tidak  adanya  hubungan  antara  kepribadian  dengan  jenis  kelamin  ini  Mead  menyimpulkan  bahwa  kepribadian  laki-laki  dan  perempuan  tidak   tergantung   pada   faktor   jenis   kelamin   melainkan   dibentuk   oleh   faktor  kebudayaan.  Perbedaan  kepribadian  antar  masyarakat  maupun  antar  individu,  menurut  Mead  merupakan  hasil  proses  sosialisasi,  terutama  pola  asuhan  dini  yang dituntun oleh kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.
Oleh karena itu penulis berusaha untuk memberikan pemahaman tentang  pertanyaan tersebut dalam makalah ini mengenai  gender  dan  pembangunan  peternakan yang  mencakup  teori  perbedaan  seks  dan  gender,  perbedaan  gender  dan  lahirnya ketidakadilan, keadilan gender dan pembangunan peternakan. Semoga makalah ini dapat menjadi jawaban dan memberikan pemahaman terkait pertanyaan yang dikaji.
I.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat diambil rumusan permasalahan yaitu
a)      Apakah yang dimaksud dengan gender?
b)      Bagaimana perbedaan gender dan lahirnya ketidakadilan?
c)      Bagaimana keadilan gender dan pembangunan peternakan?
I.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini yaitu :
a)      Untuk mengetahui apa yang dimaksud gender
b)      Untuk mengetahui perbedaan gender dan lahirnya ketidakadilan
c)      Untuk mengetahui keadilan gender dan pembangunan peternakan
I.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu :
a)      Dapat dijadikan sebagai sumber informasi terkait pemahaman mengenai teori  perbedaan  seks  dan  gender,  perbedaan  gender  dan  lahirnya ketidakadilan, keadilan gender dan pembangunan peternakan
b)      Dapat dijadikan sebagai proses pembelajaran di dalam penulisan makalah
BAB II
PEMBAHASAN

II. 1 Pengertian dan Perbedaan antara Gender dan Sex
Hal penting yang perlu dilakukan dalam kajian gender adalah memahami perbedaan konsep gender dan seks (jenis kelamin). Kesalahan dalam memahami makna gender merupakan salah satu faktor yang menyebabkan sikap menentang atau sulit bisa menerima analisis gender dalam memcahkan masalah ketidakadilan sosial.
Seks adalah perbedaan laki-laki dan perempuan yang berdasar atas anatomi biologis dan merupakan kodrat Tuhan. Menurut Mansour Faqih, sex berarti jenis kelamin yang merupakan penyifatan atau pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Perbedaan anatomi biologis ini tidak dapat diubah dan bersifat menetap, kodrat dan tidak dapat ditukar. Oleh karena itu perbedaan tersebut berlaku sepanjang zaman dan dimana saja.
Sedangkan gender, secara etimologis gender berasal dari kata gender yang berarti jenis kelamin . Tetapi Gender merupakan perbedaan jenis kelamin yang bukan disebabkan oleh perbedaan biologis dan bukan kodrat Tuhan, melainkan diciptakan baik oleh laki-laki maupun perempuan melalui proses sosial budaya yang panjang. Perbedaan perilaku antara pria dan wanita, selain disebabkan oleh faktor biologis sebagian besar justru terbnetuk melalu proses sosial dan cultural. Oleh karena itu gender dapat berubah dari tempat ketempat, waktu ke waktu, bahkan antar kelas sosial ekonomi masyarakat.
Dalam batas perbedaan yang paling sederhana, seks dipandang sebagai status yang melekat atau bawaan sedangkan gender sebagai status yang diterima atau diperoleh.
Mufidah dalam Paradigma Gender mengungkapkan bahwa pembentukan gender ditentukan oleh sejumlah faktor yang ikut membentuk, kemudian disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi melalui sosial atau kultural, dilanggengkan oleh interpretasi agama dan mitos-mitos seolah-olah telah menjadi kodrat laki-laki dan perempuan.
Gender merupakan analisis yang digunakan dalam menempatkan posisi setara antara laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan tatanan masyarakat sosial yang lebih egaliter. Jadi, gender bisa dikategorikan sebagai perangkat operasional dalam melakukan measure (pengukuran) terhadap persoalan laki-laki dan perempuan terutama yang terkait dengan pembagian peran dalam masyarakat yang dikonstruksi oleh masyarakat itu sendiri. Gender bukan hanya ditujukan kepada perempuan semata, tetapi juga kepada laki-laki.. Hanya saja, yang dianggap mengalami posisi termarginalkan sekarang adalah pihak perempuan, maka perempuanlah yang lebih ditonjolkan dalam pembahasan untuk mengejar kesetaraan gender yang telah diraih oleh laki-laki beberapa tingkat dalam peran sosial, terutama di bidang pendidikan karena bidang inilah diharapkan dapat mendorong perubahan kerangka berpikir, bertindak, dan berperan dalam berbagai segmen kehidupan sosial.
II. 2 Perbedaan Gender dan Lahirnya Ketidakadilan
Konstruksi sosial perbedaan peran gender telah memberikan pengertian  mendasar   (ideologi)   bagi   laki-laki   dan   perempuan.   Ternyata   dalam   proses  kehidupan masyarakat, terjadi ketimpangan dan ketidakadilan gender.
1. Ketidakadilan gender dalam hubungan kerja : perempuan dan laki-laki sama- sama mempunyai peran dalam produksi benda dan jasa, di sektor publik dari  tingkat  lingkungan  sampai  tingkat  pemerintahan.  Tetapi,  tugas-tugas  yang  berhubungan  dengan  fungsi  reproduksi  masyarakat,   pekerjaan-pekerjaan domestik, hampir selalu menjadi tanggung jawab perempuan. Akibatnya, jam kerja perempuan jauh lebih panjang dibanding laki-laki. Pekerjaan reproduksi dianggap rendah dan tidak dinilai ekonomis, padahal pekerjaan domestik ini merupakan pekerjaan mempersiapkan tenaga kerja dalam masyarakat.
2. Ketidakadilan    gender    dalam    hubungan    dengan    sumber    alam    dan  manfaatnya, perbedaan gender sangat mencolok. Perempuan melakukan 2/3 dari   pekerjaan   dunia,   tetapi   hanya   menerima   1/10   pendapatan   dunia. Setidaknya,  2/3  dari  penyandang  buta  aksara  adalah  perempuan,  tetapi hanya  kurang  dari  1/100  tanah  di  dunia  dimiliki  oleh  kaum  perempuan.  Pemakaian  sumber  alam  dan  manfaat  serta  pengawasannya,  diterapkan menurut   istilah   gender   yang   telah   terkonstruksi   secara   sosial.   Dalam beberapa  masyarakat,  perempuan  tidak  boleh  memiliki  tanah.  Akibatnya, untuk  menanam  bahan  pangan,  mereka  harus  tergantung  kepada  bapak, atau saudara laki-laki. Dalam masyarakat lainnya perempuan tidak boleh mengikuti pemberantasan buta aksara, dengan alasan perempuan sudah banyak kerjanya. Setiap hari jumlah jam kerja perempuan lebih banyak disbanding jam kerja laki-laki tapi tidak diperhitungkan secara ekonomi.
3.   Ketidakadilan   gender   dalam   kaitannya   dengan   hak   asasi.   Hak   asasi  perempuan   tidak   diakui   di   dunia.   Dalam   pembicaraan   hak   asasi,   tidak otomatis   hak   asasi   perempuan   termasuk   di   dalamnya.   Kenyataan   ini  membuktikan  bahwa  perempuan  tidak  mempunyai  hak  pribadi,  maskipun untuk  menentukan  fungsi  reproduksinya  sendiri.  Perempuan  tidak  memiliki hak  untuk  menentukan  hidupnya  sendiri,  karena  dipaksa  kawin  misalnya. Perempuan  tidak  dapat  menentukan  jenis  pekerjaan  domestiknya.  Dalam banyak   kebudayaan   yang   mempunyai   ritus   pemotongan   alat   kelamin perempuan   atau   perusakan   badan,   perempuan   secara   terus-menerus teraniaya atau bahkan dibunuh sebagai bagian dari upacara adat.
4.   Ketidakadilan  gender  dalam   kaitannya  dengan  kebudayaan  dan  agama. Perempuan mengalami diskriminasi  di  segala  lingkungan.  Pelaksanaan  dan praktik  beragama  maupun  kebudayaan  merupakan  sumber  ketidakadilan gender   dan   diskriminasi   hak   asasi   perempuan.   Agama   mengajarkan persamaan hak untuk semua umat manusia, tetapi dalam praktiknya tidak.  Dalam interaksinya dengan laki-laki, kaum perempuan sering mengalami berbagai bentuk kekerasan. Kekerasan tersebut dapat berbentuk hubungan seks secara   paksa,   kekerasan   fisik   ataupun   pelecehan   secara   lisan.   Ada   yang berbentuk   perkosaan,   kekerasan   sewaktu   kencan,   kekerasan   dalam  rumah  tangga, kekerasan terhadap mitra intim, dan pelecehan seks.
Ada lima jenis bentuk diskriminasi atau ketidakadilan gender yang sering terjadi, yaitu:
1.      Stereotip/Citra Baku, yaitu pelabelan terhadap salah satu jenis kelamin yang seringkali bersifat   negatif   dan   pada   umumnya   menyebabkan   terjadinya ketidakadilan.  Misalnya,  karena  perempuan  dianggap  ramah,  lembut,  rapi, maka  lebih  pantas  bekerja  sebagai  sekretaris,  guru  Taman  Kanak-kanak; kaum  perempuan  ramah  dianggap  genit;  kaum  laki-laki  ramah  dianggap perayu.
2.      Subordinasi/Penomorduaan, yaitu adanya anggapan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih rendah atau dinomorduakan posisinya dibandingkan dengan  jenis  kelamin  lainnya.  Contoh:  Sejak  dulu,  perempuan  mengurus pekerjaan  domestik  sehingga  perempuan  dianggap  sebagai  "orang  rumah" atau "teman yang ada di belakang".
3.      Marginalisasi/Peminggiran, adalah kondisi atau proses peminggiran terhadap salah   satu   jenis   kelamin   dari   arus/pekerjaan   utama   yang   berakibat kemiskinan.   Misalnya,   perkembangan   teknologi   menyebabkan   apa   yang semula  dikerjakan  secara  manual  oleh  perempuan  diambil  alih  oleh  mesin yang pada umumnya dikerjakan oleh laki laki.
4.      Beban Ganda/Double Burden, adalah adanya perlakuan terhadap salah satu jenis   kelamin   dimana   yang   bersangkutan   bekerja   jauh   lebih   banyak dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya.
5.      Kekerasan/Violence,  yaitu  suatu  serangan  terhadap  fisik maupun  psikologis seseorang,   sehingga   kekerasan   tersebut   tidak   hanya   menyangkut   fisik (perkosaan,  pemukulan),  tetapi  juga  nonfisik  (pelecehan  seksual,  ancaman, paksaan, yang  bisa  terjadi  di  rumah  tangga,  tempat  kerja,  tempat-tempat umum.
II.3 Keadilan Gender dan Pembangunan Peternakan
Istilah kesetaraan gender sering diartikan secara berbeda- beda apabila dikaitkan  dengan konteks  pembangunan.   Laporan  ini  mengartikan  kesetaraan gender sebagai kesetaraan di bidang hukum, kesempatan (termasuk kesetaraan upah  kerja,  kesetaraan  akses  terhadap sumber  daya  manusia,  dan  sumber- sumber  produktif  lainnya  yang  memperluas kesempatan)  dan  aspirasi  (untuk mempengaruhi   pengambilan   keputusan   dalam   proses  pembangunan).   Kami tidak   mengartikan   kesetaraan   gender   sebagai   kesetaraan   atas   apa   yang dihasilkan. Hal ini didasarkan pada dua alasan sebagai berikut, pertama, tiap-tiap  budaya  dan  masyarakat  dapat  mengambil  jalan  yang  berbeda  dalam  upaya mereka mencapai kesetaraan gender. Kedua, kesetaraan secara implisit berarti kebebasan bagi perempuan dan laki-laki untuk memilih peran dan akibat-akibat yang berbeda (atau serupa) yang disesuaikan menurut pilihan-pilihan dan tujuan- tujuan mereka sendiri.
Peran  perempuan  dalam  peningkatan  kesejahteraan  keluarga, telah diakui  adanya  peran  ganda  dari  perempuan,  baik  sebagai  istri,  ibu,  pekerja profesional,   serta   anggota   masyarakat.   Jadi   perempuan   dapat   memainkan peranannya di sektor publik, domestik, dan kemasyarakatan. Perempuan dikenal sebagai  individu  yang  dapat  mengajarkan  berbagai  kegiatan  pada  waktu  yang sama   sehari-hari.   Hal-hal   yang   bisa   dilakukan   perempuan   di   desa   adalah aktivitas-aktivitas seperti menggendong anak sambil menyapu halaman rumah di pagi   hari,   sambil   menunggu   menjemur   padi   dan   menjemur   pakaian,   atau aktivitas-aktivitas  seperti  mengasuh  anak,  sambil  menunggu  toko  di  rumah, sambil menunggu memasak air, dan menjemur pakaian.
Peran  perempuan  di  sektor  publik  juga  tidak  dapat  dipandang  sebelah mata.  Telah  dibuktikan  bahwa  peran  perempuan  dapat  menjadi  penyelamat keluarga  dan  penyelamat  bangsa  di  masa  krisis  ekonomi  dengan  keuletannya dalam beraktivitas mencari tambahan uang bagi keluarganya. Berbagai data dan bukti  telah menunjukkan bahwa perempuan dapat menjadi  penyangga ekonomi keluarga, mulai dari tingkatan sederhana sampai ke tingkatan profesional. Berikut ini disajikan contoh peran serta perempuan dalam menjalankan aktivitas ekonomi di pedesaan.
Proyek  Pembinaan  Peningkatan  Pendapatan  Petani  dan  Nelayan  Kecil (P4K)  adalah  salah  satu  program  pemerintah  dari  Departemen  Pertanian  yang dirancang  untuk  pengentasan  kemiskinan.  P4K  telah  berjalan  selama  24  tahun yang terdiri  atas  Fase I dimulai  pada tahun  1979 -  1985.  Fase II  dimulai  pada  tahun 1989 - 1998, dan Fase III dimulai pada tahun 1998 - 2005. P4K mulanya  adalah sebuah pilot proyek di seluruh Jawa, Bali, dan Lombok, tetapi kemudian berkembang di 12 propinsi. P4K dilaksanakan bersama-sama oleh Departemen Pertanian,  BRI,  IFAD,  dan  ADB.  Perempuan  terlibat  hampir  di  semua  jenis usaha-usaha  mikro  KPK  (kelompok  petani  dan  nelayan  kecil)  yang  meliputi usaha agribisnis (on and off farm), dan usaha non farm (bakulan, industri rumah tangga,  dan  jasa).  Peran  perempuan  pada  proyek  P4K  ini,  walaupun  skala usahanya  masih  rendah  dan  sederhana,  namun  hasilnya  dapat  meningkatkan kontribusi   dalam   mensejahterahkan   keadaan   sosial   ekonomi   keluarganya dengan bukti-bukti sebagai berikut :
1.  Mendapatkan atau meningkatkan modal usaha keluarga, dari mulai tidak ada modal sampai dengan meningkatkan omset penjualan.
2.  Mengembangkan  usaha  tambahan  keluarga  seperti  menambah  usaha  ojeg untuk suaminya.
3.  Meningkatkan tabungan keluarga dan memotivasi keluarga untuk mempunyai budaya  menabung  yang  baik,  sehingga  uang  tabungan  dapat  digunakan untuk   membeli   berbagai   macam   keperluan   keluarga,   misalnya   membeli perabotan rumah, barang pecah belah dan perbaikan rumah.
4.  Menyekolahkan anak dan membayar biaya sekolah secara rutin.
5.  Memberikan semangat dan motivasi hidup keluarga untuk menatap kehidupan dengan lebih baik.
Upaya  pemerintah  meningkatkan  kesejahteraan  petani/peternak   telah  ditempuh   melalui   berbagai   program   pembangunan.   Salah   satunya   adalah Usahatani  dan ternak  di Kawasan Timur  Indonesia (PUTKATI). Implementasi  program  tersebut  tidak  saja  melibatkan  kaum  laki-laki  dewasa (bapak tani), akan tetapi juga melibatkan anggota keluarga lainnya yakni istri dan anak-anaknya, baik anak laki-laki maupun anak perempuan. Pendekatan seperti ini   dilakukan   untuk   mencapai   keberhasilan   program   yang   optimal   dalam meningkatkan  pendapatan  usaha  tani.  Telah  banyak  studi  yang  menyatakan bahwa  wanita  memberikan  kontribusi  nyata  di  bidang  pertanian,  baik  yang berbasis tanaman maupun ternak. Perbedaan gender sesungguhnya tidak akan menjadi masalah sepanjang hal itu tidak melahirkan ketidakadilan gender. Akan tetapi  menurut  Harsoyo,  dalam  prakteknya  perempuan  tetap  saja  merupakan pihak  yang  kurang  beruntung  dibandingkan  dengan  laki-laki.  Dipertegas  oleh Suhaeti,   bahwa   kondisi   demikian   kurang   menguntungkan   karena   adanya  ketidakseimbangan  atas  dasar  perbedaan  hak  tersebut,  merupakan  hambatan bagi  suatu  produktivitas  masyarakat  yang  dapat  mengakibatkan  melambatnya perkembangan ekonomi.
Menurut penelitian Hendayana dan Wahyuni yang membahas mengenai dimensi  peran  gender  dalam  pembangunan  usaha  ternak  rakyat  di  Kawasan Timur  Indonesia,  di  dalam  praktek  pemeliharaan  ternak,  yang  terlibat  bukan hanya  bapak  tani  (para  laki-laki),  akan  tetapi  juga  pihak  perempuan  (istri  dan anak  perempuan)  serta  anak  laki-laki.  Bahkan  jika  dilihat  ketersediaan  sumber tenaga  kerja  keluarga  di  lokasi  penelitian,  potensi  tenaga  kerja  laki-laki  dan nafkah   sehingga   kegiatan   ini   akan   memberikan   penghasilan   berupa   uang
perempuan  lebih  dari  sekedar  suami  dan  istri.  Ada  laki-laki  dewasa  lain  dan perempuan  deasa  lain  selain  suami  dan  istri.  Secara  umum  profil  kegiatan  dikelompokkan pada tiga kegiatan yaitu kegiatan produktif, reproduktif dan sosial. Kegiatan  produktif  adalah  kegiatan  yang  dilakukan  seseorang  untuk  mencari Kegiatan   reproduktif   adalah   kegiatan   yang   tidak   menghasilkan   uang  tetapi
menunjang   anggota   keluarga   lainnya   untuk   dapat   melakukan   pekerjaan produktif, sedangkan kegiatan sosial adalah kegiatan yang dilakukan seseorang berkaitan dengan kegiatan sosial dan tidak menghasilkan uang.
Berdasarkan  hasil  penelitian  Hendayana  dan  Wahyuni  bahwa  secara umum kegiatan sosial di dua lokasi sangat menonjol disbanding dengan kegiatan produktif dan reproduktif  baik yang dilakukan oleh kaum  laki-laki maupun kaum perempuan.  Kegiatan  produktif  dalam  satu  hari  hanya  dilakukan  kurang  dari  5 jam   kerja   atau   sekitar   30%   dari   kegiatan   sosial. Jika   ditelaah   lebih   jauh partisipasi   wanita   (dewasa   dan   anak-anak),   menunjukkan   gambaran   yang normatif.   Artinya   jumlah   jam   kerja   laki-laki   relatif   lebih   banyak   di   banding perempuan   dalam   kegiatan   yang   sifatnya   produktif.   Sementara   itu,   kaum perempuan  dominan  dalam  kegiatan  yang  sifatnya  reproduktif.  Sementara  itu, dalam bidang kegiatan sosial, partisipasi kaum laki-laki dan wanita di dua lokasi penelitian  menunjukkan  keragaman  yang  seimbang.  Gambaran  menarik  dari alokasi   waktu  adalah  peran  dari  anak  laki-laki   dan  anak  perempuan   yang tampaknya lebih tertarik melakukan aktivitas bidang sosial ketimbang membantu ayah dan ibunya dalam kegiatan produktif. Hal itu tercermin dari tingginya alokasi waktu anak-anak dalam kegiatan tersebut.
Kegiatan  dalam  usaha  ternak  merupakan  bagian  dari  kegiatan  produktif yang meliputi kegiatan penyediaan (mencari) pakan, memberi pakan, melakukan vaksinasi,   membersihkan   (memandikan),   mengawinkan,   menjual   hasil   dan melakukan  pembersihan  kandang  ternak.  Pembagian  kerja  di  antara  anggota keluarga dalam tiap kegiatan tersebut, pertimbangannya lebih banyak ditekankan pada bobot kegiatan.
Mengingat kegiatan yang dilakukan dalam usaha ternak lebih berat, maka secara  tidak  langsung  mengindikasikan  bahwa  dominan  kerja  dalam  usaha ternak   kecenderungannya   masih   terfokus   pada   peranan   laki-laki.   Kondisi demikian  seirama  dengan  pendapat  Sayogyo,  bahwa  pola  pembagian  kerja antara    pria    dan    wanita    yang    didasarkan    atas    pertimbangan    biologis, konsekuensinya    akan    mendudukkan    laki-laki    pada    posisi    dan    peranan instrumental dalam arti kata  produktif, manajerial dan publik, sedangkan wanita didudukkan pada posisi mengolah dan mengurus pekerjaan rumah tangga serta kegiatan reproduksi (aspek ekspresif dari kehidupan keluarga).
Dalam  kehidupan  sehari-hari,  pembagian  kerja  antara  pria  dan  wanita dalam  keluarga,  rumah  tangga  dan  masyarakat  luas  tampak  pada  kebiasaan lelaki  mencari  nafkah  di  luar  rumah  tangga  untuk  memenuhi  kebutuhan  hidup, sedangkan wanita mengurus pekerjaan rumah tangga. Pembagian kerja pria dan wanita dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan kultural, sosial, ekonomis dan politik. Hal  ini  berarti  bahwa  baik  pria  maupun  wanita  mempunyai  peran  ganda  yakni dalam mencari nafkah dan mengurus rumah tangga.  
Berdasarkan hasil penelitian Hendayana dan Wahyuni, di Sulawesi Utara curahan  waktu  kerja  perempuan  relatif  seimbang  dengan  curahan  waktu  kerja laki-laki yakni 5,75 jam berbanding 7,25 jam.hari sedangkan di Sulawesi Selatan curahan  waktu kerja  perempuan relatif  lebih rendah yakni 3,75  jam  berbanding 8,25  jam/hari.  Bervariasinya  curahan  waktu  kerja  dalam  usaha  tani  karena berdasarkan  daerah  dan  strata.  Kegiatan  yang  relatif  berat  (beresiko  tinggi) seperti  penyediaan  pakan,  vaksinasi,  memandikan  dan  mengawinkan,  menjadi tanggungjawab  kaum  laki-laki  dan  selebihnya  dikerjakan  bersama  atau  hanya oleh  perempuan.  Peran  meninjol  dari  perempuan  dalam  pemeliharaan  ternak adalah  dalam  pemberian  pakan.  Dalam  melakukan  kegiatan  tersebut  mereka dibantu  oleh  anak-anaknya  yang  laki-laki  maupun  perempuan.  Anak  laki-laki membantu  bapak/ibu  mencari  pakan,  memandikan  ternak  dan  membersihkan kandang    sedangkan    anak    perempuan    membantu    ibu/bapak  dalam  hal memberikan makan ternak,  secara  umum  sumbangan  wanita  tani  dalam  penghasilan keluarga cukup besar, baik dengan bekerja di lahan sendiri atau sebagai buruh tani, bekerja di luar sektor pertanian seperti mengerjakan kerajinan, berdagang, menjadi  buruh musiman  kota,  maupun  berkecimpung  di  dalam  pekerjaan  yang tidak   langsung   memberikan   penghasilan   yaitu   pekerjaan   mengurus   rumah tangga.  Dengan  demikian  wanita  mempunyai  potensi  dan  peranan  strategis dalam meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan keluarga tani.
Besar tidaknya sumbangan wanita dalam penghasilan keluarga dipengaruhi oleh peran yang dimainkan wanita itu sendiri. Apakah ia berperan hanya sebagai istri petani,  sebagai  anggota  keluarga  tani,  kepala  keluarga  tani,  pengusaha  tani, anggota atau sebagai ketua kelompok tani.
Oleh karena itu, berdasarkan kesimpulan hasil penelitian Hendayana dan Wahyuni  bahwa  keberhasilan  usaha  ternak  di  Kawasan  Timur  Indonesia  pada  dasarnya tidak terlepas dari andil perempuan. Dari segi pendapatan, sumbangan  perempuan  terhadap  total  pendapatan  rumah  tangga  di  Sulawesi  Utara  adalah sekitar  10%  sedangkan  di  Sulawesi  Selatan  mencapai  32%.  Dengan  demikian peran gender dalam pengembangan usaha tani ternak cukup berarti. Untuk lebih meningkatkan peran gender dalam usaha ternak, diperlukan komitmen yang kuat dari  berbagai  pihak  untuk  melibatkan  partisipasi  perempuan  dalam  kegiatan usaha ternak semenjak dari perencanaan.




BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
            Dari hasil pembahasan diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
a.    Seks adalah perbedaan laki-laki dan perempuan yang berdasar atas anatomi biologis dan merupakan kodrat Tuhan, sedangkan gender merupakan perbedaan jenis kelamin yang bukan disebabkan oleh perbedaan biologis dan bukan kodrat Tuhan, melainkan diciptakan baik oleh laki-laki maupun perempuan melalui proses sosial budaya yang panjang.
b.    Perbedaan peran gender telah memberikan pengertian  mendasar   (ideologi)   bagi   laki-laki   dan   perempuan.   Ternyata   dalam   proses  kehidupan masyarakat, terjadi ketimpangan dan ketidakadilan gender.
c.    Peran gender dalam pengembangan usaha tani ternak cukup berarti, dalam hal ini wanita  mempunyai  potensi  dan  peranan  strategis dalam meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan keluarga tani
III.2 Saran
Adapun Saran penulis sehubungan dengan bahasan makalah ini, kepada rekan-rekan mahasiswa agar lebih meningkatkan, menggali dan mengkaji lebih dalam tentang bagaimana gender  dan  pembangunan  peternakan yang  mencakup  teori  perbedaan  seks  dan  gender,  perbedaan  gender  dan  lahirnya ketidakadilan, keadilan gender dan pembangunan peternakan.




DAFTAR PUSTAKA
Adiwibowo,  S.  2007.  Ekologi  Manusia.  Fakultas  Ekonomi  Manusia,  Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hendayana,  R  dan  Wahyuni.  Dimensi  Peran  Gender  dalam  Pengembangan Usaha  Ternak  Rakyat  di  Kawasan  Indonesia  Timur.  Journal,  Vol.24 No.1. Pusat   Penelitian  dan   Pengembangan  Sosial  Ekonomi  Pertanian Bogor, Bogor.

Murdiyatmoko,   J.   2004.   Sosiologi  Memahami   dan   Mengkaji Masyarakat. Grafindo Media Pratama, Jakarta.

Murniati, A.N.P. 2004. Getar gender: buku 1. Perempuan Indonesia dalam perspektif sosial, politik. PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.

Sirajuddin, N dkk. 2012. Bahan Ajar Sosiologi Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar

Sunarto, K. 2004. Pengantar Sosiologi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Staggenborg, S. 2003. Gender, Keluarga, dan Gerakan-Gerakan Sosial. Mediator, Jakarta.
























MAKALAH  SOSIOLOGI PETERNAKAN
GENDER DAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN



DISUSUN OLEH


NAMA           : M.  ASFAR SYAFAR
NIM               : I111 12 286
KELAS         : GENAP-B


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013








KATA PENGANTAR

            Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan nikmat yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Gender dan Pembangunan Peternakan
Terselesainya makalah  ini tidak lepas dari dukungan beberapa pihak yang telah memberikan kepada penulis berupa motivasi, baik materi maupun moril. Oleh karena itu, penulis bermaksud mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang tak dapat saya sebutkan satu persatu, semua yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini belum mencapai kesempurnaan, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, 16 April 2013


Penulis






Tidak ada komentar:

Posting Komentar