Sabtu, 24 Maret 2012

“Ammatoa Kajang” Kawasan Adat, Dimana Gender Wanita Lebih Dihormati dan Dijunjung Tinggi Oleh Lelaki


“Bhinneka Tunggal Ika”
Indonesia merupakan Negara yang memiliki beragam agama, ras, suku, bahasa, adat dan kebudayaan. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi, beberapa kebudayaan di Indonesia telah pudar, sehingga kebudayaan yang masih bertahan sudah dapat dihitung dengan jari tangan. Salah satu kebudayaan tersebut adalah kebudayaan Ammatoa yang terletak di Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.
 Masyarakat Ammatoa hidup dan menetap di Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba. Mereka menyebut daerah itu sebagai Tana Toa. Mereka selalu patuh terhadap aturan adat yang berlaku di Tana Toa.  Adat Ammatoa, begitulah masyarakat Kajang menyebutnya.  Setiap hari, mereka selalu hidup dalam kesederhanaan. Mereka tinggal di rumah yang terbuat dari kayu yang beratapkan ijuk.  Mereka juga tidak menggunakan perabot rumah tangga, seperti kasur dan kursi. Alat elektronik seperti Radio dan televisi juga tak satupun terlihat di dalam rumah masyarakat Ammatoa. Ammatoa memiliki adat dan tradisi yang unik dengan sejarah yang cukup panjang dan kompleks. Daerah ini sama sekali belum tersentuh oleh hal-hal yang berbau modern, hal ini disebabkan oleh sikap masyarakat Ammatoa yang tidak mau menerima pengaruh kebudayaan dari luar. Mereka tetap mempertahankan apa yang selama ini mereka anggap benar dan mereka yakini, mereka menolak segala hal yang terkait dengan modernisasi.
Setiap bentuk rumah Suku Kajang selalu sama.  Mereka menganggap, persamaan itu sebagai simbol kebersamaan.  Setiap harinya, mereka juga mengenakan pakaian hitam.  Bagi mereka, hitam merupakan simbol keseragaman dan kesederhanaan.  Hitam juga dianggap sebagai simbol bahwa Suku Kajang harus selalu ingat pada dunia akhir atau kematian.  Konon, semuanya mereka lakukan atas dasar ajaran para leluhur.
Salah satu dari tradisi adat Ammatoa yang masih di junjung tinggi sampai saat ini adalah tradisi penghormatan terhadap harkat perempuan dan anak-anak yang lebih sering disebut dengan kesetaraan gender. Tradisi ini sangat jauh berbeda dengan kebanyakan tradisi masyarakat lain di Indonesia yang pada umumnya melakukan diskriminasi dan pengekanan terhadap hak-hak wanita dan anak. Adapun beberapa alasan masyarakat Ammatoa Kajang dalam penghormatan hak-hak wanita dan anak-anak adalah sebagai berikut :  
  •     Islam sangat menghormati wanita.
    Islam sangat menghormati wanita. Baik sebagai seorang ibu, seorang istri, atau pun seorang anak. Bahkan juga sebagai seorang kawan dan anggota masyarakat pada umumnya. Perintah untuk menghormati para wanita tersebar di mana-mana. Di dalam Al-Quran dalam bentuk firman-firman Allah, di hadits-hadits Rasulullah saw, atau pun di berbagai perilaku yang dicontohkan oleh para sahabat Nabi. Islam adalah agama yang sangat menghormati wanita.
    Suatu ketika, seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah: wahai Rasul, siapakah orang yang harus saya hormati di dunia?. Maka Rasulullah menjawab: ibumu. Setelah itu siapa lagi ya Rasul? Rasulullah menjawab lagi: ibumu. Setelah itu siapa? Dijawab lagi: ibumu. Dan setelah itu siapa? Barulah Rasulullah menjawab: bapakmu. Hadits ini sungguh luar biasa, di tengah-tengah perlakuan biadab lelaki terhadap perempuan di zaman itu, Rasulullah justru memberikan jawaban di atas. Bahwa orang yang harus paling kita muliakan dan kita hormati adalah seorang wanita yakni ibu kita.
  •     Wanita adalah orang tua yang utama dan yang melahirkan kita.
Wanita sebagai seorang ibu adalah orang tua yang utama, hal itu kerena tanpa ibu kita tak akan pernah ada. Mengingat seorang lelaki tidak bisa melahirkan anak tanpa wanita. Akan tetapi, bagi seorang wanita. Ia bisa memiliki anak meskipun tanpa ayah. Ini dibuktikan dengan lahirnya Isa ibn Maryam. Yang dalam ilmu kedokteran disebut sebagai kelahiran parthenogenesis. Yakni  kelahiran bayi dari seorang ibu tanpa melalui proses perkawinan dengan seorang ayah.
    Pengorbanan wanita tidak terkira.
Wanita sebagai seorang ibu telah bersusah payah mengandung, melahirkan, menyusui dan mendidik kita sampai dewasa. Karena itu, sungguh tidak tahu diri jika kita mengabaikannya begitu saja. Ibu telah melakukan sebuah pengorbanan yang besar bagi anaknya, pengorbanan yang tak akan pernah bisa di balas oleh sang anak.
    Wanita memperoleh perlindungan dalam hal harta benda.
Wanita memperoleh perlindungan dalam hal harta benda ketika berumah tangga. Seorang suami diwajibkan untuk menafkahi istri dan anak-anak. Karena itu dalam harta suami ada hak istri. Akan tetapi, dalam harta istri tidak terdapat hak suami. Sebagai contoh, adalah istri yang bekerja. Maka seluruh penghasilan yang diperolehnya sepenuhnya adalah milik si istri. Kecuali ia merelakannya, maka tidak apa-apa si suami ikut menikmatinya. Apalagi jika si istri merasa, bahwa dia bekerja atas izin dan persetujuan suaminya.
  •     Wanita memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya.
Wanita memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya, meskipun sang suami memiliki tingkatan satu derajat lebih tinggi sebagai pemimpin rumah tangga. Dalam konteks interaksi sosial, Allah menempatkan laki-laki dan wanita secara seimbang. Kedua-duanya adalah sama di hadapan Allah. Yang membedakan hanyalah keimanan, ketakwaan, dan amal kebajikannya. Tak peduli dia laki-laki atau perempuan, kalau dia beriman, bertakwa dan banyak berbuat amal kebajikan, maka ia adalah hamba Allah yang tinggi derajatnya. Dan jika sebaliknya, ia adalah  rendah di hadapanNya.
  •     Wanita adalah mahluk yang lemah.
Wanita merupakan sosok mahluk yang diciptakan dengan sikap kelembutan, dan memang sudah pada dasarnya wanita hendaknya berlaku lemah lembut. Di samping penciptaan wanita dengan sikap kelembutannya, Allah juga telah menciptakan sesosok pria yang akan mendampingi dan melindunginya. Sehingga sudah pada kodratnyalah pria melindungi wanita yang merupakan mahluk yang lemah.
Hal itulah yang melatar belakangi tingginya tingkat penghormatan masyarakat Kajang terhadap perempuan, posisi perempuan di dalam adat, sangat-sangat dihormati. Selaku figur warna masyarakat yang harus selalu kita kedepankan ialah penghormatan terhadap wanita. Salah satu contohnya, di dalam kawasan Ammatoa tidak ada cukup sumur untuk mencukupi kebutuhan masyarakat. Mungkin hanya satu-dua biji saja, terlebih lagi sumur  itu menjadi tempat mandi bagi masyarakat Ammatoa. Kalau di sumur itu ada wanita, maka pria tidak boleh langsung ke sana mendekati sumur itu. Nanti setelah wanita tersebut selesai mandi atau menyelesaikan hajatnya dan mengambil air untuk pulang, barulah kemudian pria bisa mendekat ke sana. Dan apabila aturan ini tidak dipatuhi oleh masyarakat maka sang pelaku akan didenda dengan tuduhan pelanggaran asusila bahkan tak jarang nyawa bisa menjadi taruhannya.
Turun temurun, masyarakat Suku Kajang di Tana Toa tetap menjalankan ajaran Patuntung, ajaran yang menjadi adat turun temurun di Ammatoa.  Aturan adat Ammatoa yang selalu mengikat setiap aktifitas kehidupan masyarakat Ammatoa.  Konon, ajaran dan aturan itulah yang membuat mereka akan selalu hidup dalam kesederhanaan.  Kesederhanaan yang menjadi wujud kebersamaan masyarakat Ammatoa Kajang dan kebersamaan itulah yang membuat Suku Kajang selalu hidup rukun dan berdampingan. Maka, kita harus proporsional dalam memahami persoalan gender ini. Jangan terlalu berlebihan untuk menyamakan wanita dengan lelaki. Tetapi juga jangan berlebihan merendahkan martabatnya. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangannya, sesuai dengan fitrah yang mengiringinya. Bergantung di mana mereka berkiprah dalam kehidupannya. Seperti masyarakat Ammatoa Kajang yang akan senantiasa menghormati kesetaraan gender di kalangan wanita, semoga adat dan tradisi ini tak lekang oleh zaman seperti masyarakat Ammatoa yang tetap kukuh mempertahankan adat dan tradisi mereka hingga akhir hayat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar