BAB
I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Istilah gender sering disalahkaprahkan hanya
soal perempuan. Analisis gender muncul
pada waktu kaum
feminis sosialis menanggapi
pandangan masyarakat, ketika
muncul pandangandari kaum
feminis radikal. Feminisme radikal mengangkat permaslahan
ketidakadilan terhadap perempuan dari aspek budaya
yang dikuasai kaum
laki-laki (patriarkhi). Usaha
kaum feminis sebelumnya, yakni
feminisme liberal menganggap
permasalahan perempuan dapat
diselesaikan dari aspek
hukum ternyata belum
berhasil.
Demikian
pula, usaha kaum
feminis marxis yang
berusaha menganalisis permasalahan perempuan dari
aspek ekonomi. Gerakan
feminisme radikal ini
menjadi heboh karena dianggap
melawan kaum laki-laki. Situasi peran ini yang ingin dikurangi oleh
kaum feminis sosialis
dengan memperkenalkan analisis
gender. Istilah gender digunakan oleh Ann Oakley dan teman-teman
pada tahun 1970-an, untuk menggambarkan karakteristik laki-laki dan perempuan
yang dibentuk oleh kontruksi sosial.
Penelitian Mead
mengenai jenis kelamin
dan gender yang
dilakukan selama beberapa
tahun di kalangan suku Arapesh yang tinggal di pegunungan, suku Mundugumor yang tinggal di tepi
sungai, dan suku Tschambuli yang tinggal di tepi danau, Mead menemukan bahwa
klasifikasi tersebut ternyata tidak berlaku bagi
ketiga kelompok etnik
tersebut. Menurut Mead,
kepribadian kaum perempuan maupun laki-laki di kalangan
suku Arapesh cenderung ke arah sifat tolong-menolong, tidak agresif dan penuh
perhatian terhadap kepentingan orang lain, disana tidak dijumpai seksualitas
kuat maupun dorongan kuat kearah kekuasaan. Pada suku Mundugumor di pihak lain,
baik laki-laki maupun perempuan diharapkan untuk kepribadian agresif, perkasa,
keras disertai seksualitas kuat sedangkankerpibadian yang mengarah ke sifat
keibuan dan watak melindungi hampir
tidak nampak. Sedangkan
pada suku etnik
Arapesh, menurut temuan
Mead, dijumpai keadaan yang beran dengan masyarakat Barat, karena di sana kaum perempuan justru
bersifat menguasai sedangkan kaum laki- laki berkepribadian emosional dan kurang
bertanggung jawab. Dari temuannya di lapangan
mengenai tidak adanya
hubungan antara kepribadian
dengan jenis kelamin
ini Mead menyimpulkan
bahwa kepribadian laki-laki
dan perempuan tidak
tergantung pada faktor
jenis kelamin
melainkan dibentuk oleh
faktor kebudayaan. Perbedaan
kepribadian antar masyarakat
maupun antar individu, menurut
Mead merupakan hasil
proses sosialisasi, terutama
pola asuhan dini yang dituntun oleh kebudayaan masyarakat
yang bersangkutan.
Oleh karena itu penulis berusaha untuk
memberikan pemahaman tentang pertanyaan
tersebut dalam makalah ini mengenai
gender dan pembangunan
peternakan yang mencakup teori
perbedaan seks dan
gender, perbedaan gender
dan lahirnya
ketidakadilan, keadilan gender dan pembangunan peternakan. Semoga makalah ini
dapat menjadi jawaban dan memberikan pemahaman terkait pertanyaan yang dikaji.
I.2
Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang di atas dapat diambil rumusan permasalahan yaitu
a)
Apakah
yang dimaksud dengan gender?
b)
Bagaimana
perbedaan gender dan lahirnya
ketidakadilan?
c)
Bagaimana
keadilan gender dan pembangunan peternakan?
I.3 Tujuan
Penulisan
Berdasarkan rumusan
masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini yaitu :
a) Untuk
mengetahui apa yang dimaksud gender
b) Untuk
mengetahui perbedaan gender dan lahirnya ketidakadilan
c) Untuk
mengetahui keadilan gender dan pembangunan peternakan
I.4 Manfaat
Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu :
a) Dapat
dijadikan sebagai sumber informasi terkait pemahaman mengenai teori perbedaan
seks dan gender,
perbedaan gender dan lahirnya ketidakadilan, keadilan gender
dan pembangunan peternakan
b) Dapat
dijadikan sebagai proses pembelajaran di dalam penulisan makalah
BAB II
PEMBAHASAN
II.
1 Pengertian dan Perbedaan antara Gender dan Sex
Hal
penting yang perlu dilakukan dalam kajian gender adalah memahami perbedaan
konsep gender dan seks (jenis kelamin). Kesalahan dalam memahami makna gender
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan sikap menentang atau sulit bisa
menerima analisis gender dalam memcahkan masalah ketidakadilan sosial.
Seks adalah perbedaan
laki-laki dan perempuan yang berdasar atas anatomi biologis dan merupakan
kodrat Tuhan. Menurut Mansour Faqih, sex berarti jenis kelamin yang merupakan
penyifatan atau pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis yang
melekat pada jenis kelamin tertentu. Perbedaan anatomi biologis ini tidak dapat
diubah dan bersifat menetap, kodrat dan tidak dapat ditukar. Oleh karena itu
perbedaan tersebut berlaku sepanjang zaman dan dimana saja.
Sedangkan gender, secara
etimologis gender berasal dari kata gender yang berarti jenis kelamin
. Tetapi Gender merupakan perbedaan jenis kelamin yang bukan
disebabkan oleh perbedaan biologis dan bukan kodrat Tuhan, melainkan diciptakan
baik oleh laki-laki maupun perempuan melalui proses sosial budaya yang panjang.
Perbedaan perilaku antara pria dan wanita, selain disebabkan oleh faktor
biologis sebagian besar justru terbnetuk melalu proses sosial dan cultural.
Oleh karena itu gender dapat berubah dari tempat ketempat, waktu ke waktu,
bahkan antar kelas sosial ekonomi masyarakat.
Dalam batas
perbedaan yang paling sederhana, seks dipandang sebagai status yang melekat
atau bawaan sedangkan gender sebagai status yang diterima atau diperoleh.
Mufidah dalam Paradigma Gender mengungkapkan bahwa pembentukan gender ditentukan
oleh sejumlah faktor yang ikut membentuk, kemudian disosialisasikan, diperkuat,
bahkan dikonstruksi melalui sosial atau kultural, dilanggengkan oleh
interpretasi agama dan mitos-mitos seolah-olah telah menjadi kodrat laki-laki
dan perempuan.
Gender
merupakan analisis yang digunakan dalam menempatkan posisi setara antara
laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan tatanan masyarakat sosial yang lebih
egaliter. Jadi, gender bisa dikategorikan
sebagai perangkat operasional dalam melakukan measure (pengukuran) terhadap persoalan laki-laki dan
perempuan terutama yang terkait dengan pembagian peran dalam masyarakat yang
dikonstruksi oleh masyarakat itu sendiri. Gender bukan hanya ditujukan kepada
perempuan semata, tetapi juga kepada laki-laki.. Hanya saja, yang
dianggap mengalami posisi termarginalkan sekarang adalah pihak perempuan, maka
perempuanlah yang lebih ditonjolkan dalam pembahasan untuk mengejar kesetaraan
gender yang telah diraih oleh laki-laki beberapa tingkat dalam peran sosial,
terutama di bidang pendidikan karena bidang inilah diharapkan dapat mendorong
perubahan kerangka berpikir, bertindak, dan berperan dalam berbagai segmen
kehidupan sosial.
II.
2 Perbedaan Gender dan Lahirnya Ketidakadilan
Konstruksi sosial perbedaan peran gender
telah memberikan pengertian mendasar (ideologi)
bagi laki-laki dan
perempuan. Ternyata dalam
proses kehidupan
masyarakat, terjadi ketimpangan dan ketidakadilan gender.
1. Ketidakadilan gender dalam hubungan kerja :
perempuan dan laki-laki sama- sama mempunyai peran dalam produksi benda dan
jasa, di sektor publik dari tingkat lingkungan
sampai tingkat pemerintahan.
Tetapi, tugas-tugas yang berhubungan dengan
fungsi reproduksi masyarakat,
pekerjaan-pekerjaan domestik, hampir selalu menjadi tanggung jawab
perempuan. Akibatnya, jam kerja perempuan jauh lebih panjang dibanding
laki-laki. Pekerjaan reproduksi dianggap rendah dan tidak dinilai ekonomis,
padahal pekerjaan domestik ini merupakan pekerjaan mempersiapkan tenaga kerja
dalam masyarakat.
2. Ketidakadilan
gender dalam
hubungan dengan sumber
alam dan manfaatnya, perbedaan gender sangat
mencolok. Perempuan melakukan 2/3 dari
pekerjaan dunia, tetapi
hanya menerima 1/10
pendapatan dunia.
Setidaknya, 2/3 dari
penyandang buta aksara
adalah perempuan, tetapi hanya
kurang dari 1/100
tanah di dunia
dimiliki oleh kaum
perempuan. Pemakaian sumber
alam dan manfaat
serta pengawasannya, diterapkan menurut istilah
gender yang telah
terkonstruksi secara sosial.
Dalam beberapa masyarakat, perempuan
tidak boleh memiliki
tanah. Akibatnya, untuk menanam
bahan pangan, mereka
harus tergantung kepada
bapak, atau saudara laki-laki. Dalam masyarakat lainnya perempuan tidak
boleh mengikuti pemberantasan buta aksara, dengan alasan perempuan sudah banyak
kerjanya. Setiap hari jumlah jam kerja perempuan lebih banyak disbanding jam
kerja laki-laki tapi tidak diperhitungkan secara ekonomi.
3.
Ketidakadilan gender dalam
kaitannya dengan hak
asasi. Hak asasi perempuan
tidak diakui di
dunia. Dalam pembicaraan
hak asasi, tidak otomatis hak
asasi perempuan termasuk
di dalamnya. Kenyataan
ini membuktikan bahwa
perempuan tidak mempunyai
hak pribadi, maskipun untuk menentukan
fungsi reproduksinya sendiri.
Perempuan tidak memiliki hak
untuk menentukan hidupnya
sendiri, karena dipaksa
kawin misalnya. Perempuan tidak
dapat menentukan jenis
pekerjaan domestiknya. Dalam banyak
kebudayaan yang mempunyai
ritus pemotongan alat
kelamin perempuan atau perusakan
badan, perempuan secara
terus-menerus teraniaya atau bahkan dibunuh sebagai bagian dari upacara
adat.
4.
Ketidakadilan gender dalam
kaitannya dengan kebudayaan
dan agama. Perempuan mengalami
diskriminasi di segala
lingkungan. Pelaksanaan dan praktik
beragama maupun kebudayaan
merupakan sumber ketidakadilan gender dan
diskriminasi hak asasi
perempuan. Agama mengajarkan persamaan hak untuk semua umat
manusia, tetapi dalam praktiknya tidak. Dalam
interaksinya dengan laki-laki, kaum perempuan sering mengalami berbagai bentuk
kekerasan. Kekerasan tersebut dapat berbentuk hubungan seks secara paksa,
kekerasan fisik ataupun
pelecehan secara lisan.
Ada yang berbentuk perkosaan,
kekerasan sewaktu kencan,
kekerasan dalam rumah tangga,
kekerasan terhadap mitra intim, dan pelecehan seks.
Ada lima jenis bentuk diskriminasi atau
ketidakadilan gender yang sering terjadi, yaitu:
1. Stereotip/Citra
Baku, yaitu pelabelan terhadap salah satu jenis kelamin yang seringkali
bersifat negatif dan
pada umumnya menyebabkan
terjadinya ketidakadilan. Misalnya, karena
perempuan dianggap ramah,
lembut, rapi, maka lebih
pantas bekerja sebagai
sekretaris, guru Taman
Kanak-kanak; kaum perempuan ramah
dianggap genit; kaum
laki-laki ramah dianggap perayu.
2. Subordinasi/Penomorduaan,
yaitu adanya anggapan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih rendah atau
dinomorduakan posisinya dibandingkan dengan
jenis kelamin lainnya.
Contoh: Sejak dulu,
perempuan mengurus pekerjaan domestik
sehingga perempuan dianggap
sebagai "orang rumah" atau "teman yang ada di
belakang".
3. Marginalisasi/Peminggiran,
adalah kondisi atau proses peminggiran terhadap salah satu
jenis kelamin dari
arus/pekerjaan utama yang
berakibat kemiskinan.
Misalnya, perkembangan teknologi
menyebabkan apa yang semula
dikerjakan secara manual
oleh perempuan diambil
alih oleh mesin yang pada umumnya dikerjakan oleh laki
laki.
4. Beban
Ganda/Double Burden, adalah adanya perlakuan terhadap salah satu jenis kelamin
dimana yang bersangkutan bekerja
jauh lebih banyak dibandingkan dengan jenis kelamin
lainnya.
5.
Kekerasan/Violence, yaitu
suatu serangan terhadap
fisik maupun psikologis
seseorang, sehingga kekerasan
tersebut tidak hanya
menyangkut fisik (perkosaan, pemukulan),
tetapi juga nonfisik
(pelecehan seksual, ancaman, paksaan, yang bisa
terjadi di rumah
tangga, tempat kerja,
tempat-tempat umum.
II.3
Keadilan Gender dan Pembangunan Peternakan
Istilah kesetaraan gender sering
diartikan secara berbeda- beda apabila dikaitkan dengan konteks pembangunan.
Laporan ini mengartikan
kesetaraan gender sebagai kesetaraan di bidang hukum, kesempatan
(termasuk kesetaraan upah kerja, kesetaraan
akses terhadap sumber daya
manusia, dan sumber- sumber produktif
lainnya yang memperluas kesempatan) dan
aspirasi (untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan dalam proses
pembangunan). Kami tidak mengartikan
kesetaraan gender sebagai
kesetaraan atas apa
yang dihasilkan. Hal ini didasarkan pada dua alasan sebagai berikut, pertama,
tiap-tiap budaya dan
masyarakat dapat mengambil
jalan yang berbeda
dalam upaya mereka mencapai
kesetaraan gender. Kedua, kesetaraan secara implisit berarti kebebasan bagi
perempuan dan laki-laki untuk memilih peran dan akibat-akibat yang berbeda
(atau serupa) yang disesuaikan menurut pilihan-pilihan dan tujuan- tujuan
mereka sendiri.
Peran
perempuan dalam peningkatan
kesejahteraan keluarga, telah
diakui adanya peran
ganda dari perempuan,
baik sebagai istri,
ibu, pekerja profesional, serta
anggota masyarakat. Jadi
perempuan dapat memainkan peranannya di sektor publik,
domestik, dan kemasyarakatan. Perempuan dikenal sebagai individu
yang dapat mengajarkan
berbagai kegiatan pada
waktu yang sama sehari-hari. Hal-hal
yang bisa dilakukan
perempuan di desa
adalah aktivitas-aktivitas seperti menggendong anak sambil menyapu
halaman rumah di pagi hari, sambil
menunggu menjemur padi
dan menjemur pakaian,
atau aktivitas-aktivitas seperti mengasuh
anak, sambil menunggu
toko di rumah, sambil menunggu memasak air, dan
menjemur pakaian.
Peran perempuan
di sektor publik
juga tidak dapat
dipandang sebelah mata. Telah
dibuktikan bahwa peran
perempuan dapat menjadi
penyelamat keluarga dan penyelamat
bangsa di masa
krisis ekonomi dengan
keuletannya dalam beraktivitas mencari tambahan uang bagi keluarganya.
Berbagai data dan bukti telah
menunjukkan bahwa perempuan dapat menjadi
penyangga ekonomi keluarga, mulai dari tingkatan sederhana sampai ke
tingkatan profesional. Berikut ini disajikan contoh peran serta perempuan dalam
menjalankan aktivitas ekonomi di pedesaan.
Proyek Pembinaan
Peningkatan Pendapatan Petani
dan Nelayan Kecil (P4K)
adalah salah satu
program pemerintah dari
Departemen Pertanian yang dirancang untuk
pengentasan kemiskinan. P4K
telah berjalan selama
24 tahun yang terdiri atas
Fase I dimulai pada tahun 1979 -
1985. Fase II dimulai
pada tahun 1989 - 1998, dan Fase
III dimulai pada tahun 1998 - 2005. P4K mulanya adalah sebuah pilot proyek di seluruh Jawa,
Bali, dan Lombok, tetapi kemudian berkembang di 12 propinsi. P4K dilaksanakan
bersama-sama oleh Departemen Pertanian,
BRI, IFAD, dan
ADB. Perempuan terlibat
hampir di semua
jenis usaha-usaha mikro KPK
(kelompok petani dan
nelayan kecil) yang
meliputi usaha agribisnis (on and off farm), dan usaha
non farm (bakulan, industri rumah tangga,
dan jasa). Peran
perempuan pada proyek
P4K ini, walaupun
skala usahanya masih rendah
dan sederhana, namun
hasilnya dapat meningkatkan kontribusi dalam
mensejahterahkan keadaan sosial
ekonomi keluarganya dengan
bukti-bukti sebagai berikut :
1.
Mendapatkan atau meningkatkan modal usaha keluarga, dari mulai tidak ada
modal sampai dengan meningkatkan omset penjualan.
2.
Mengembangkan usaha tambahan
keluarga seperti menambah
usaha ojeg untuk suaminya.
3.
Meningkatkan tabungan keluarga dan memotivasi keluarga untuk mempunyai
budaya menabung yang
baik, sehingga uang
tabungan dapat digunakan untuk membeli
berbagai macam keperluan
keluarga, misalnya membeli perabotan rumah, barang pecah belah
dan perbaikan rumah.
4.
Menyekolahkan anak dan membayar biaya sekolah secara rutin.
5. Memberikan
semangat dan motivasi hidup keluarga untuk menatap kehidupan dengan lebih baik.
Upaya
pemerintah meningkatkan kesejahteraan
petani/peternak telah ditempuh
melalui berbagai program
pembangunan. Salah satunya
adalah Usahatani dan ternak di Kawasan Timur Indonesia (PUTKATI). Implementasi program
tersebut tidak saja
melibatkan kaum laki-laki
dewasa (bapak tani), akan tetapi juga melibatkan anggota keluarga
lainnya yakni istri dan anak-anaknya, baik anak laki-laki maupun anak
perempuan. Pendekatan seperti ini
dilakukan untuk mencapai
keberhasilan program yang
optimal dalam meningkatkan pendapatan
usaha tani. Telah
banyak studi yang
menyatakan bahwa wanita memberikan
kontribusi nyata di
bidang pertanian, baik
yang berbasis tanaman maupun ternak. Perbedaan gender sesungguhnya tidak
akan menjadi masalah sepanjang hal itu tidak melahirkan ketidakadilan gender.
Akan tetapi menurut Harsoyo,
dalam prakteknya perempuan
tetap saja merupakan pihak yang
kurang beruntung dibandingkan
dengan laki-laki. Dipertegas
oleh Suhaeti, bahwa kondisi
demikian kurang menguntungkan karena
adanya ketidakseimbangan atas
dasar perbedaan hak
tersebut, merupakan hambatan bagi
suatu produktivitas masyarakat
yang dapat mengakibatkan
melambatnya perkembangan ekonomi.
Menurut penelitian Hendayana dan Wahyuni
yang membahas mengenai dimensi
peran gender dalam
pembangunan usaha ternak
rakyat di Kawasan Timur
Indonesia, di dalam
praktek pemeliharaan ternak,
yang terlibat bukan hanya
bapak tani (para
laki-laki), akan tetapi
juga pihak perempuan
(istri dan anak perempuan)
serta anak laki-laki.
Bahkan jika dilihat
ketersediaan sumber tenaga kerja
keluarga di lokasi
penelitian, potensi tenaga
kerja laki-laki dan nafkah
sehingga kegiatan ini akan
memberikan penghasilan berupa
uang
perempuan
lebih dari sekedar
suami dan istri.
Ada laki-laki dewasa
lain dan perempuan deasa
lain selain suami
dan istri. Secara
umum profil kegiatan dikelompokkan pada tiga kegiatan yaitu
kegiatan produktif, reproduktif dan sosial. Kegiatan produktif
adalah kegiatan yang
dilakukan seseorang untuk
mencari Kegiatan reproduktif adalah
kegiatan yang tidak
menghasilkan uang tetapi
menunjang
anggota keluarga lainnya
untuk dapat melakukan
pekerjaan produktif, sedangkan kegiatan sosial adalah kegiatan yang dilakukan
seseorang berkaitan dengan kegiatan sosial dan tidak menghasilkan uang.
Berdasarkan hasil
penelitian Hendayana dan
Wahyuni bahwa secara umum kegiatan sosial di dua lokasi
sangat menonjol disbanding dengan kegiatan produktif dan reproduktif baik yang dilakukan oleh kaum laki-laki maupun kaum perempuan. Kegiatan
produktif dalam satu
hari hanya dilakukan
kurang dari 5 jam
kerja atau sekitar
30% dari kegiatan
sosial. Jika ditelaah lebih
jauh partisipasi wanita (dewasa
dan anak-anak), menunjukkan
gambaran yang normatif. Artinya
jumlah jam kerja
laki-laki relatif lebih
banyak di banding perempuan dalam
kegiatan yang sifatnya
produktif. Sementara itu,
kaum perempuan dominan dalam
kegiatan yang sifatnya
reproduktif. Sementara itu, dalam bidang kegiatan sosial,
partisipasi kaum laki-laki dan wanita di dua lokasi penelitian menunjukkan
keragaman yang seimbang.
Gambaran menarik dari alokasi
waktu adalah peran
dari anak laki-laki
dan anak perempuan
yang tampaknya lebih tertarik melakukan aktivitas bidang sosial
ketimbang membantu ayah dan ibunya dalam kegiatan produktif. Hal itu tercermin
dari tingginya alokasi waktu anak-anak dalam kegiatan tersebut.
Kegiatan
dalam usaha ternak
merupakan bagian dari
kegiatan produktif yang meliputi
kegiatan penyediaan (mencari) pakan, memberi pakan, melakukan vaksinasi, membersihkan (memandikan), mengawinkan, menjual
hasil dan melakukan pembersihan
kandang ternak. Pembagian
kerja di antara
anggota keluarga dalam tiap kegiatan tersebut, pertimbangannya lebih
banyak ditekankan pada bobot kegiatan.
Mengingat kegiatan yang dilakukan dalam
usaha ternak lebih berat, maka secara
tidak langsung mengindikasikan bahwa
dominan kerja dalam
usaha ternak
kecenderungannya masih terfokus
pada peranan laki-laki.
Kondisi demikian seirama dengan
pendapat Sayogyo, bahwa
pola pembagian kerja antara pria
dan wanita yang
didasarkan atas pertimbangan biologis, konsekuensinya akan
mendudukkan laki-laki pada
posisi dan peranan instrumental dalam arti kata produktif, manajerial dan publik, sedangkan
wanita didudukkan pada posisi mengolah dan mengurus pekerjaan rumah tangga
serta kegiatan reproduksi (aspek ekspresif dari kehidupan keluarga).
Dalam
kehidupan sehari-hari, pembagian
kerja antara pria
dan wanita dalam keluarga,
rumah tangga dan
masyarakat luas tampak
pada kebiasaan lelaki mencari
nafkah di luar
rumah tangga untuk
memenuhi kebutuhan hidup, sedangkan wanita mengurus pekerjaan
rumah tangga. Pembagian kerja pria dan wanita dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan kultural, sosial, ekonomis dan politik. Hal ini
berarti bahwa baik
pria maupun wanita
mempunyai peran ganda
yakni dalam mencari nafkah dan mengurus rumah tangga.
Berdasarkan hasil penelitian Hendayana
dan Wahyuni, di Sulawesi Utara curahan
waktu kerja perempuan
relatif seimbang dengan
curahan waktu kerja laki-laki yakni 5,75 jam berbanding
7,25 jam.hari sedangkan di Sulawesi Selatan curahan waktu kerja
perempuan relatif lebih rendah
yakni 3,75 jam berbanding 8,25 jam/hari.
Bervariasinya curahan waktu
kerja dalam usaha
tani karena berdasarkan daerah
dan strata. Kegiatan
yang relatif berat
(beresiko tinggi) seperti penyediaan
pakan, vaksinasi, memandikan
dan mengawinkan, menjadi tanggungjawab kaum
laki-laki dan selebihnya
dikerjakan bersama atau
hanya oleh perempuan. Peran
meninjol dari perempuan
dalam pemeliharaan ternak adalah
dalam pemberian pakan.
Dalam melakukan kegiatan
tersebut mereka dibantu oleh
anak-anaknya yang laki-laki
maupun perempuan. Anak
laki-laki membantu bapak/ibu mencari
pakan, memandikan ternak
dan membersihkan kandang sedangkan
anak perempuan membantu
ibu/bapak dalam hal memberikan makan ternak, secara
umum sumbangan wanita
tani dalam penghasilan keluarga cukup besar, baik dengan
bekerja di lahan sendiri atau sebagai buruh tani, bekerja di luar sektor
pertanian seperti mengerjakan kerajinan, berdagang, menjadi buruh musiman
kota, maupun berkecimpung
di dalam pekerjaan
yang tidak langsung memberikan
penghasilan yaitu pekerjaan
mengurus rumah tangga. Dengan
demikian wanita mempunyai
potensi dan peranan
strategis dalam meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan
keluarga tani.
Besar tidaknya sumbangan wanita dalam
penghasilan keluarga dipengaruhi oleh peran yang dimainkan wanita itu sendiri.
Apakah ia berperan hanya sebagai istri petani,
sebagai anggota keluarga
tani, kepala keluarga
tani, pengusaha tani, anggota atau sebagai ketua kelompok
tani.
Oleh karena itu, berdasarkan kesimpulan
hasil penelitian Hendayana dan Wahyuni
bahwa keberhasilan usaha
ternak di Kawasan
Timur Indonesia pada dasarnya
tidak terlepas dari andil perempuan. Dari segi pendapatan, sumbangan perempuan
terhadap total pendapatan
rumah tangga di
Sulawesi Utara adalah sekitar 10%
sedangkan di Sulawesi
Selatan mencapai 32%.
Dengan demikian peran gender
dalam pengembangan usaha tani ternak cukup berarti. Untuk lebih meningkatkan
peran gender dalam usaha ternak, diperlukan komitmen yang kuat dari berbagai
pihak untuk melibatkan
partisipasi perempuan dalam
kegiatan usaha ternak semenjak dari perencanaan.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Dari hasil
pembahasan diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
a. Seks
adalah perbedaan laki-laki dan perempuan yang berdasar atas anatomi biologis
dan merupakan kodrat Tuhan, sedangkan gender merupakan perbedaan jenis kelamin
yang bukan disebabkan oleh perbedaan biologis dan bukan kodrat Tuhan, melainkan
diciptakan baik oleh laki-laki maupun perempuan melalui proses sosial budaya
yang panjang.
b. Perbedaan
peran gender telah memberikan pengertian mendasar (ideologi)
bagi laki-laki dan
perempuan. Ternyata dalam
proses kehidupan
masyarakat, terjadi ketimpangan dan ketidakadilan gender.
c. Peran
gender dalam pengembangan usaha tani ternak cukup berarti, dalam hal ini
wanita mempunyai potensi
dan peranan strategis dalam meningkatkan produktivitas,
pendapatan dan kesejahteraan keluarga tani
III.2 Saran
Adapun Saran penulis
sehubungan dengan bahasan makalah ini, kepada rekan-rekan mahasiswa agar lebih
meningkatkan, menggali dan mengkaji lebih dalam tentang bagaimana gender dan
pembangunan peternakan yang mencakup
teori perbedaan seks
dan gender, perbedaan
gender dan lahirnya ketidakadilan, keadilan gender
dan pembangunan peternakan.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwibowo, S.
2007. Ekologi Manusia. Fakultas Ekonomi
Manusia, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Hendayana, R
dan Wahyuni. Dimensi
Peran Gender dalam
Pengembangan Usaha Ternak Rakyat
di Kawasan Indonesia
Timur. Journal,
Vol.24 No.1. Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Sosial Ekonomi Pertanian Bogor, Bogor.
Murdiyatmoko, J. 2004. Sosiologi Memahami dan
Mengkaji Masyarakat.
Grafindo Media Pratama, Jakarta.
Murniati,
A.N.P. 2004. Getar gender: buku 1. Perempuan Indonesia dalam perspektif sosial,
politik. PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.
Sirajuddin,
N dkk. 2012. Bahan Ajar Sosiologi
Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar
Sunarto,
K. 2004. Pengantar Sosiologi.
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Staggenborg,
S. 2003. Gender, Keluarga, dan Gerakan-Gerakan Sosial. Mediator,
Jakarta.
MAKALAH SOSIOLOGI PETERNAKAN
GENDER DAN PEMBANGUNAN
PETERNAKAN
DISUSUN OLEH
NAMA : M. ASFAR SYAFAR
NIM : I111 12 286
KELAS : GENAP-B
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan nikmat yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Gender dan Pembangunan
Peternakan”
Terselesainya makalah ini tidak lepas dari dukungan
beberapa pihak yang telah memberikan kepada penulis berupa motivasi, baik
materi maupun moril. Oleh karena itu, penulis bermaksud mengucapkan banyak
terima kasih kepada seluruh pihak yang tak dapat saya
sebutkan satu persatu, semua yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa
penyusunan makalah ini belum mencapai kesempurnaan, sehingga kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari berbagai pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Makassar, 16 April 2013
Penulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar