Maka
nikmat Tuhan mu yang mana lagi yang engkau dustakan? Hidup di negeri yang
begitu kaya. Limpahan laut luas yang menyegarkan mata, daratan hijau yang
menenangkan hati. Gugusan pulau-pulau menawan yang membentang dari Merauke
hingga ke Sabang. Belum lagi ratusan juta manusia dengan beragam khazanah,
berjuang bersama untuk menjadi “manusia-manusia Indonesia”. Indonesia adalah
sebuah anugerah dari Tuhan. Sudahkah kita mensyukurinya? ataukah kita masih
menolak dan mengingkarinya?
Wawasan Kebangsaan dan Kecintaan Terhadap Indonesia.
Bangsa
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti kelompok masyarakat yang
memiliki kesamaan asal keturunan, adat, bahasa dan sejarahnya. Bangsa merupakan
sekelompok manusia yang hidup dalam suatu wilayah tertentu dan memiliki rasa
persatuan yang timbul karena kesamaan pengalaman sejarah, serta memiliki
cita-cita bersama yang ingin dilaksanakan. Sedangkan kebangsaan merupakan sifat
atau ciri yang menandai golongan suatu bangsa. Kebangsaan adalah salah satu
bentuk rasa cinta yang melahirkan jiwa kebersamaan pemiliknya.
Konsep
mengenai wawasan kebangsaan pertama kali muncul saat negara Indonesia sedang
mengalami penjajahan, pada masa itu perjuangan kemerdekaan dilakukan dengan
cara kedaerahan, bersifat lokal dan ternyata tidak membawa hasil nyata karena
belum adanya persatuan dan kesatuan. Barulah kemudian dengan adanya kebangkitan
nasional yang dipertegas dengan kelahiran Sumpah Pemuda pada tahun 1928
memunculkan kesadaran bahwa untuk mencapai kemerdekaan dibutuhkan perjuangan
yang bersifat nasional dan berlandaskan persatuan dan kesatuan dari seluruh
bangsa Indonesia.
Wawasan
kebangsaan Indonesia merupakan wujud penolakan atas segala bentuk diskriminasi
suku, ras, asal-usul, keturunan, warna kulit, golongan agama, kedudukan maupun
status sosial. Konsep kebangsaan Indonesia bertujuan untuk membangun dan mengembangkan
persatuan dan kesatuan yang pada akhirnya berujung pada sikap kecintaan
terhadap Indonesia. Diharapkan konsep kebangsaan dapat menumbuhkan kemauan pada
“manusia-manusia Indonesia” untuk merawat, memelihara dan melindungi bangsa
kita dari segala bentuk bahaya yang mengancam, termasuk bahaya penjajahan
dimasa lampau, sekarang maupun dimasa mendatang.
Globalisasi, Penjajahan Masa Kini dan Lunturnya Cinta
Kebangsaan.
Globalisasi
merupakan salah satu tantangan terbesar bangsa Indonesia di masa kini.
Globalisasi yang dianggap sebagai alat pemersatu dunia dapat mengancam tatanan
kehidupan masyarakat terlebih akan hilangnya nilai-nilai pemersatu bangsa
seperti wawasan kebangsaan dan kecintaan terhadap Indonesia. Selain
globalisasi, penjajahan masa kini terwujud dalam berbagai bentuk dan cara,
sebut saja kemiskinan, ketimpangan sosial, ketergantungan produk impor dan
utang luar negeri yang semakin menumpuk. Budaya koruptif serta perilaku hedonis
yang menjangkiti semua kalangan menjadi bukti nyata masih kuatnya cengkeraman
penjajahan di Indonesia.
Terlebih
lagi adanya kelunturan cinta kebangsaan dan kebanggaan sebagai “manusia-manusia
Indonesia” menandakan bahwa secara terencana, terstruktur, sistematis, dan
masif kita semakin menjauh dari akar nilai-nilai luhur budaya bangsa. Tak
sedikit berita yang memperlihatkan kelunturan rasa nasionalisme kebangsaan
kita, peristiwa seperti perang antar suku, pemberontakan, tawuran antar warga
menunjukkan semakin pudarnya sifat keindonesiaan kita. Akan menjadi sebuah
bencana apabila degradasi ini akan terus berlanjut sehingga kecintaan dan
kebanggaan kita akan semakin luntur dan berganti dengan budaya baru.
Semakin
banyak saja masyarakat Indonesia yang mengadopsi budaya bangsa lain. Mereka
cenderung malu mendengarkan dan melestarikan musik tradisional dan lebih
memilih untuk mendengar musik kpop maupun barat. Anak muda merasa lebih keren
kalau bisa makan di restoran fast food
menikmati pizza atau burger dibanding menikmati makanan tradisional yang jelas
jauh lebih nikmat dan sehat. Belum lagi kasus pencurian dan klaim berbagai
kebudayaan kita oleh bangsa lain seperti tempe, tari pendet, bahkan lagu “rasa
sayange” yang diklaim oleh negara tetangga. Kita baru marah saat kasus
pencurian kebudayaan itu sedang marak-maraknya, namun selang beberapa saat
kemudian kita sudah lupa tentang kasus kemarin dan kita baru kembali marah saat
yang lain ikut diklaim tanpa melalukan tindakan pencegahan.
Menggelorakan Cinta Kebangsaan
Cinta
merupakan anugerah lain yang diberikan oleh Tuhan. Hanya kekuatan cinta yang
mampu mendamaikan dunia, meredakan amarah dan membuat
kebahagiaan bagi setiap orang. Salah satu solusi yang mampu membuat kita
bertahan di tengah globalisasi adalah dengan menggelorakan cinta kebangsaan. Kita
perlu menyuburkan kembali rasa kecintaan terhadap bunga Indonesia yang semakin gersang
dan layu, kita perlu menambahkan pupuk, menyiram, merawat dan melindunginya
dari segala ancaman yang dapat membuatnya mati.
Hal
sederhana yang bisa dengan mudah kita lakukan mulai saat ini adalah terus
memupuk rasa bangga menjadi orang Indonesia, menggelorakan rasa cinta
kebangsaan. Menanamkan pola pikir untuk mencintai tanah air, suku bangsa dan
bahasa Indonesia yang luhur. Menunjukkan sifat Indonesia yang penuh adab
santun, toleransi, dan cinta damai. Menjunjung tinggi bahasa dan budaya
Indonesia sebagai tanda martabat kita. Terus memperkuat karakter dan
kepribadian sebagai bangsa yang merdeka, unggul, mandiri dan berdaulat. Dengan tegas
menolak paham-paham yang tidak sesuai dengan nasionalisme kita. Belajar mencintai
produk lokal, memainkan dan mendengarkan musik tradisional, tidak malu makan
jajanan dan kuliner tradisional, menghargai dan mengembangkan warisan
tradisional bangsa. Membeli dan menggunakan produk dalam negeri. Mengapresiasi karya-karya
seni dan produksi “manusia-manusia Indonesia”. Dan hal yang paling penting
adalah dengan selalu bersyukur, mensyukuri kelahiran kita di Indonesia, negeri
yang indah dan berkelimpahan, dimana semua hal yang kita inginkan dapat dengan
mudah terpenuhi. Jadi jangan pernah berpaling! Kecuali kalau kau memang
benar-benar sudah tak cinta lagi.
Bahan Bacaan:
Enthus Susmono. Mengindonesiakan Indonesia. Suara Merdeka
edisi 21 Agustus 2014
Herni Susanti. 2014. Makna Kebangkitan Nasional. Okezone
News edisi 20 Mei 2014.
Yudi Latif. Kelahiran Kekuatan Mencintai. Kompas edisi 15
Januari 2013.