Langit rebah. Mewarna tanah. Jatuh malam. Kemilau
tersiram hujan. Kemilau melompat di jendela. Rindu. Rindu mendera-dera. Air
menyiram atap rumah. Basah, basah menggumamkan doa-doa. Padanya di seberang.
Padanya memetik kewarasan. Mengapung dan tersaruk di bibir jendela. Bulan
resah, meredupkan diri. Lesat petir memantik. Terang sesaat, gelap kemudian.
Katak- katak bergumam, bersahut-sahutan memberi isyarat. Dia yang sedari tadi
nyelangsa bersama tumpukan itu, sudah empat jam yang lalu dia memulai tapi tak jua
mengakhiri. Dimulainya dengan membongkar sebuah penyimpanan bersusun tiga yang
sudah setahun ini menemaninya. Sebuah rak baju yang berisi barang campuran yang
pernah atau tak pernah sama sekali melekat dikulitnya. Diacak-acak dan
diacaknya, mengambil, melipat dan memasukkan kedalam kantongan kain yang akan
dibawahnya untuk mengembara ke tanah kelahiran, tanah yang mungkin beberapa
bulan belakangan ini sangat dirindukannya. Tanah tempat dia bisa kembali
keperaduan, bertemu anjak sana dan mengadu kebahagiaan di gubuk terindah.
Disadarinya sedari tadi bahwa dia sangat
beruntung, dielusnya kain-kain berjahitan itu penuh kasih, seolah merasakan
seberapa sulit menghadirkan mereka ditangannya, dielusnya, dan dirapikannya.
Yah, ternyata dia memang sangat beruntung, ditemukannya kain-kain berjahitan
yang sama sekali tak pernah dikenakannya, sama sekali tak pernah dilekatkannya,
dikancingkan pada tubuhnya yang gempal. Ia nyelangsa, menerawang ke langit
berbatas papan tipis yang menjenuhkan. Ia nyelangsa, mendengar begitu banyak
suara dan erangan yang didengarnya malam itu. Dibuatnya secarik catatan yang
entah apa maksudnya, tak berujung
*
-
Sweater putih kesayangan yang menguning saking tak
pernahnya digunakan, harganya kira- kira sebanyak satu bulan biaya makan di warung
barokah… terima kasih tapi saya tak perlu ini ma-pa, saya orangnya peka panas,
gerak dikit kepanasan.. ujung2nya gak butuh beginian..
-
Sekoper baju-baju kemeja dengan berbagai warna,
dibelikan Ayah dan Ibuk sebagai persiapan saat menghadapi masa orientasi yang
katanya kejam dan penuh tetek bengek.. beberapa jeans bermerk kenamaan yang
sama sekali belum pernah saya kenakan selama 2 smester ini, semenjak saya
memutuskan untuk lebih memilih memakai celana kain ketimbang celana berat dan
menyesakkan itu.. kalau dihitung-hitung harganya bisa seharga ipad2 keluaran
terbaru buatan paman Steve..
-
Baju- baju kaos merek yang digandrungi anak muda, saya
tidak pernah meminta tapi mereka sendiri yang membelikannya.. meskipun
ukurannya sudah yang paling besar, tapi tetap saja masih membuat saya nyesek
untuk menggunakannya.. itu dia mengapa saya lebih suka memakai baju-baju bekas
dari luar negri (read: cakar) karena
postur tubuh saya yang mungkin secetakan sama bule-bule dari sana.. saya juga
tak pernah menggunakannya, maaf pa-ma.. bukan saya tak menghargai tapi saya
lebih suka menggunakan baju yang itu-itu saja, meskipun hanya sebuah tapi kalau
berkesan dan nyaman saya akan pakai sampai sobek.. saya tak butuh yang lagi
ngetrend..
-
Celana pendek bermerk “road clawgs”yang setau saya harganya sama dengan satu buah hp
bermerk nokia.. belum pernah saya gunakan juga, celana yang katanya idola para
kaum bengis ini terlalu berat, membuat saya risih tak nyaman..
-
Tapi meskipun begitu, ada banyak sekali pakaian-pakaian
berkesan yang telah dibelikan Ayah dan Ibuk untuk saya, kemeja hitam bermotif
halus yang harganya sama dengan spp saya setiap semesternya.. saya sangat suka
itu, terima kasih sudah membelikannya.. saya bahkan sangat tak enak hati saat
kalian merogoh kocek segitu hanya untuk sebuah kemeja, padahal kalau belinya di
pasar sudah bisa dapat selusin.. sarung
hijau kesayangan saya dari smp yang sampai sekarang saya masih bawa ke rumah
sementara saya.. meskipun sudah sobek dan usang saya sangat menyukainya, terima
kasih untuk itu.. baju- baju kaos berukuran super XXL yang sangat saya sukai,
yang katanya ukurannya kayak daster ibu-ibu, ah tak mengapa.. saya menyukainya,
akan saya pake sampai sobek… terima kasih untuk itu.. dan semua apa yang saya
miliki disini sekarang, terima kasih untuk semua itu.. saya merasa sangat disayang,
sampai-sampai barang yang tak saya inginkan pun berlimpah adanya.
-
Tuhan saya sangat sombong untuk tidak menggunakan apa
yang saya miliki, barang-barang yang mungkin banyak sekali orang diluar sana
yang membutuhkannya tapi saya malah menyia-nyiakannya.. saya memang tidak kaya,
tidak pula dari keluarga yang berada, tapi karena saya memiliki orang tua yang
sangat sayang kepada anaknya saya merasa menjadi orang yang paling berada, tapi
saya tetap saja tidak merasa beradab.. sering kali saya menginkan apa yang saya
tidak punya, menginginkan apa yang dimiliki orang lain, padahal saya juga punya
apa yang diinginkan orang lain dan apa yang orang lain tidak punya, terima
kasih untuk itu Tuhan, malam ini saya mendapat sebuah perlajaran berharga dari
sekedar packing..
*
Malam semakin memekat. Dia
kemudian mengasingkan diri. Mengepak barang seadanya dan berlalu. Dia merasa
sangat berharga, dia berharga karena mereka yang melahirkan dia ke dunia,
mereka yang mengadakannya, mengasihinya dan mengupayakan apa yang terbaik
untuknya. Dia tersenyum, menyadari bahwa dari sekedar packing saja sudah bisa menyadarkan batinnya, menggerakkan
nuraninya, merasakan keirian orang lain. Dia menyadari bahwa dari sekedar packing saja dia sudah bisa merasakan
secuil nilai-nilai kearifan dalam hidup, nilai kebahagian, nilai semangat dan
kerja keras. Nilai tanggung jawab yang hakikinya diberikan oleh mereka yang
mengadakannya, karena dia yakin bahwa setiap pasang manusia yang akan mengadakan
buah cintanya selalu memberikan apa yang terbaik untuk apa yang telah mereka
adakan ke dunia. Dia menyadari hal itu, mengantarkannya pada doa-doa pelindung
dari bara akhirat. Doa-doa yang mengantarkannya pada kepulauan kapuk yang
nyaman. Mengantarkannya pada peristirahatan sejenak sebelum lima belas jam,
empat menit sepertiga detik kemudian dia akan kembali ke peraduan yang
sebenarnya, tempat dimana dia akan bertemu anjak sana dan menemukan secuil
kebahagiaan ditanah pijakan pertamanya.
Tak usah kau jawab jeritan itu,
Tetaplah bergeming..
Suara itu menyakitkanku,
Mengingatkan aku pada anugerah yang tak pernah aku syukuri
Aku tak mau lisanku nanti menyangsi diriku karena berdosa,
Aku tak mau tanganku ini membawaku pada kobaran api
Karena
kesombonganku yang tak pernah menyadari apa yang aku miliki
Maafkan
aku Tuhan dan kalian yang mengadakanku..
-
M.
Asfar Syafar 5/7/2013, ditulis pada pukul 00.26 a.m setelah mengepack
barang-barang bawaan yang akan dibawahnya besok.. ya, besok saya pulang J
doakan semoga saya tidak jenuh.. yasudah, biarkan saya beristirahat karena
besok pagi saya masih ada kelas.. tulisan ini masih amburadul dan belum sempat
saya edit, soalnya udah ngantuk breee :p
Tidak ada komentar:
Posting Komentar