BAB
I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Konsep Negara Kepulauan (Nusantara)
memberikan kita anugerah yang luar biasa. Letak geografis kita strategis, di
antara dua benua dan dua samudra dimana paling tidak 70% angkutan barang
melalui laut dari Eropa, Timur Tengah dan Asia Selatan ke wilayah Pasifik, dan
sebaliknya, harus melalui perairan kita. Wilayah laut yang demikian luas dengan
17.500-an pulau-pulau yang mayoritas kecil memberikan akses pada sumber daya
alam seperti ikan, terumbu karang dengan kekayaan biologi yang bernilai ekonomi
tinggi, wilayah wisata bahari, sumber energi terbarukan maupun minyak dan gas
bumi, mineral langka dan juga media perhubungan antar pulau yang sangat
ekonomis.
Panjang pantai 81.000 km (kedua terpanjang
di dunia setelah Canada ) merupakan wilayah pesisir dengan ekosistem yang
secara biologis sangat kaya dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi.
Secara metereologis, perairan nusantara menyimpan berbagai data metrologi
maritim yang amat vital dalam menentukan tingkat akurasi perkiraan iklim
global. Di perairan kita terdapat gejala alam yang dinamakan Arus Laut
Indonesia (Arlindo) atau the Indonesian throughflow yaitu arus laut
besar yang permanen masuk ke perairan Nusantara dari samudra Pasifik yang
mempunyai pengaruh besar pada pola migrasi ikan pelagis dan pembiakannya dan
juga pengaruh besar pada iklim benua Australia.
Karena
memiliki sejarah kemaritiman dan potensi sumberdaya kemaritiman yang besar maka
muncullah gagasan pembangunan Benua Maritim Indonesia. BMI adalah
bagian dari system planet bumi yang merupakan satu kesatuan alamiah antara
darat, laut, dan udara diatasnya, tertata secara unik, menampilkan cirri – ciri
benua dengan karakteristik yang khas dari sudut pandang iklim dan cuaca,
keadaan airnya, tatanan kerak bumi, keragaman biota, serta tatanan social
budayanya yang menjadi yuridiksi NKRI yang secara langsung maupun tidak
langsung akan menggugah emosi, perilaku dan sikap mental dalam menentukan orientasi dan
pemanfaatan unsur – unsur maritim di semua aspek kehidupan.
Hal inilah yang kemudian menarik untuk diketahui
tentang bagaimana pembangunan Benua Maritim Indonesia. Oleh karena itu penulis
berusaha untuk memberikan pemahaman tentang
pertanyaan tersebut dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat menjadi
jawaban dan memberikan pemahaman terkait pertanyaan yang dikaji.
I.2
Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang di atas dapat diambil rumusan permasalahan yaitu
a)
Bagaimana
konsep pembangunan Benua Maritim Indonesia?
b)
Bagaimana
keadaan dan masalah maritim di Indonesia?
c)
Bagaimana
kendala umum dalam pemanfaatan wilayah nusantara?
d)
Bagaimana
pembangunan maritim Indonesia jangka panjang?
I.3 Tujuan
Penulisan
Berdasarkan rumusan
masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini yaitu :
a) Untuk
mengetahui konsep
pembangunan Benua Maritim Indonesia
b)
Untuk mengetahui
keadaan dan masalah maritim di
Indonesia
c)
Untuk mengetahui
kendala umum dalam pemanfaatan
wilayah nusantara
d) Untuk mengetahui pembangunan maritim
Indonesia jangka panjang
I.4 Manfaat
Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu :
a) Dapat
dijadikan sebagai sumber informasi terkait pemahaman mengenai pembangunan
Benua Maritim Indonesia, meliputi konsep pembangunan, berbagai keadaan dan
masalah kemaritim, serta pembangunan maritim Indonesia jangka panjang
b) Dapat
dijadikan sebagai proses pembelajaran di dalam penulisan makalah
BAB II
PEMBAHASAN
II.
1 Benua Maritim Indonesia
Benua Maritim Indonesia adalah hasil perjuangan bangsa
Indonesia melawan segala pihak yang tidak mau melihat bangsa Indonesia yang
merdeka dan bersatu di Kepulauan Nusantara yang merupakan satu keutuhan
geografis. Ketika rakyat Indonesia, terutama para pemudanya, melancarkan
gerakan kemerdekaan bangsa Indonesia yang dimulai dengan menyatakan Sumpah
Pemuda pada tahun 1928, banyak pihak yang mengatakan bahwa kebangsaan Indonesia
adalah satu illusi belaka. Di antara mereka tidak hanya terdapat kaum politik
kolonialis yang tidak sudi melihat Indonesia merdeka, tetapi juga pakar ilmu
sosial yang melihat persoalannya dari segi ilmiah. Malahan ada pula orang
Indonesia yang terpengaruh oleh sikap dan pandangan kolonial itu dan turut
berpikir serta berbicara seperti pihak penjajah.
Memang Indonesia adalah satu kenyataan dan diteguhkan oleh
ridho Illahi dalam wujud kehidupan bangsa merdeka yang pada tahun 1945 telah
berlangsung 50 tahun. Kenyataan itu semua menolak segala kesangsian, baik yang
bersifat ilmiah maupun politik, bahwa Indonesia hanya mungkin ada karena dan
kalau dijajah. Dalam 50 tahun bangsa Indonesia berhasil mengatasi segala usaha
pihak lain yang hendak merontohkan Indonesia, dari luar maupun dari dalam.
Bangsa Indonesia pun berhasil memperoleh pengakuan eksistensinya dari semua
bangsa di dunia, termasuk dari bekas penjajahnya. Selain itu bangsa Indonesia
berhasil memperoleh pengakuan bahwa wilayah Republik Indonesia yang meliputi
Kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan geografi. Dunia internasional
mengakui eksistensi satu Benua Maritim Indonesia.
Namun demikian bangsa Indonesia sepenuhnya pula sadar bahwa
bangsa Indonesia terdiri dari sekian banyak suku dan golongan, masing-masing
dengan kebudayaannya sendiri. Demikian pula adanya kemungkinan bahwa rakyatnya
melihat perairan yang ada antara pulau-pulau bukan sebagai penghubung melainkan
sebagai pemisah pulau satu dengan yang lain. Sebab itu bangsa Indonesia mengambil
sebagai semboyan nasionalnya Bhinneka Tunggal Eka atau Kesatuan dalam
Perbedaan. Timbul pula kesadaran bahwa dapat timbul kerawanan nasional kalau
tidak ada pendekatan secara tepat. Pihak lain yang tidak mau melihat bangsa
Indonesia maju pasti akan memanfaatkan kerawanan demikian.
Maka untuk menjamin agar kesatuan Indonesia selalu
terpelihara, bangsa Indonesia melahirkan Wawasan Nusantara. Pandangan itu
adalah satu konsepsi geopolitik dan geostrategi yang menyatakan bahwa Kepulauan
Nusantara yang meliputi seluruh wilayah daratan, lautan dan ruang angkasa di
atasnya beserta seluruh penduduknya adalah satu kesatuan politik, ekonomi,
sosial budaya dan pertahanan-keamanan. Agar bangsa Indonesia mencapai tujuan
perjuangannya, yaitu terwujudnya masyarakat yang maju, adil dan makmur
berdasarkan Pancasila, Wawasan Nusantara harus diaktualisasikan dan tidak
tinggal sebagai semboyan atau potensi belaka.
Untuk memperoleh aktualisasi Wawasan Nusantara ada tiga
kendala utama, yaitu :
Satu,
Indonesia belum menjalankan manajemen nasional yang memungkinkan perkembangan
seluruh bagian dari Benua Maritim itu. Meskipun pada tahun 1945 para Pendiri
Negara telah mewanti-wanti agar Republik Indonesia sebagai negara kesatuan
memberikan otonomi luas kepada daerah agar dapat berkembang sesuai dengan
sifatnya, namun dalam kenyataan selama 50 tahun merdeka Indonesia menjalankan
pemerintahan sentralisme yang ketat. Akibatnya adalah bahwa pulau Jawa dan
lebih-lebih lagi Jakarta sebagai pusat pemerintahan Indonesia, mengalami kemajuan
jauh lebih banyak dan pesat ketimbang bagian lain Indonesia, khususnya Kawasan
Timur Indonesia. Kalau sikap demikian tidak segera berubah maka tidak mustahil
kerawanan nasional seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, dapat menjadi
kenyataan yang menyedihkan. Rakyat yang tinggal di luar Jawa kurang berkembang
maju dan merasa tidak puas dengan statusnya. Apalagi melihat kondisi dunia yang
sedang bergulat dalam persaingan ekonomi dan menggunakan segala cara untuk
unggul dan memenangkan persaingan itu.
Dua,
meskipun segala perairan yang ada di Benua Maritim Indonesia merupakan bagian
tak terpisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia, namun dalam kenyataan
mayoritas bangsa Indonesia lebih berorientasi kepada daratan saja dan kurang
dekat kepada lautan. Itu dapat dilihat pada rakyat di pulau Jawa yang merupakan
lebih dari 70 persen penduduk Indonesia. Tidak ada titik di pulau Jawa yang
melebihi 100 kilometer dari lautan. Dalam zaman dulu sampai masa kerajaan
Majapahit dan Demak mayoritas rakyat Jawa adalah pelaut. Akan tetapi sejak
sirnanya kerajaan Majapahit dan Demak rakyat Jawa telah menjadi manusia daratan
belaka yang mengabaikan lautan yang ada di sekitar pulaunya. Titik berat
kehidupan adalah sebagai petani tanpa ada perimbangan sebagai pelaut. Juga
dalam konsumsi makanannya ikan dan hasil laut lainnya tidak mempunyai peran
penting. Gambaran rakyat Jawa itu juga terlihat pada keseluruhan rakyat
Indonesia, yaitu orientasi ke daratan jauh lebih besar ketimbang ke lautan.
Untung sekali masih ada perkecualian, yaitu rakyat Bugis, Buton dan Madura dan
beberapa yang lain, yang dapat memberikan perhatian sama besar kepada daratan
dan lautan. Menghasilkan tidak saja petani tetapi juga pelaut yang tangguh.
Gambaran keadaan umum rakyat Indonesia amat bertentangan dengan kenyataan bahwa
luas daratan nasional adalah sekitar 1,9 juta kilometer persegi, sedangkan
wilayah perairan adalah sekitar 3 juta kilometer persegi. Apalagi kalau
ditambah dengan zone ekonomi eksklusif yang masuk wewenang Indonesia. Selama
pandangan mayoritas rakyat Indonesia terhadap lautan belum berubah, bagian amat
besar dari potensi nasional tidak terjamah dan karena itu kurang sekali
berperan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa. Malahan yang lebih banyak
memanfaatkan adalah bangsa lain yang memasuki wilayah lautan Indonesia untuk
mengambil kekayaannya.
Tiga,
kurangnya pemanfaatan ruang angkasa di atas wilayah Nusantara untuk kepentingan
nasional, khususnya pemantapan kebudayaan nasional. Mayoritas rakyat Indonesia
belum cukup menyadari perubahan besar yang terjadi dalam umat manusia sebagai
akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan besar itu
terutama menyangkut teknologi angkutan dan komunikasi. Khususnya komunikasi
elektronika sekarang memungkinkan manusia berhubungan dengan cepat dan tepat
melalui telpon, televisi, komputer yang menghasilkan E-Mail dan Internet. Letak
kepulauan Nusantara sepanjang khatulistiwa amat menguntungkan untuk penempatan
satelit yang memungkinkan komunikasi yang makin canggih dengan memanfaatkan
ruang angkasa yang terbentang di atas wilayah Nusantara.. Ini sangat penting
untuk pembangunan dan pemantapan kebudayaan nasional, khususnya melalui
televisi. Namun untuk itu diperlukan biaya yang memadai.
Jelas sekali bahwa masa depan Benua Maritim Indonesia berada
pada sikap dan tindakan rakyat Indonesia sendiri, baik yang duduk dalam
pemerintahan, dalam dunia akademis dan ilmu pengetahuan maupun dalam dunia
swasta untuk mengadakan perubahan terhadap dua kendala ini. Selama pemerintahan
yang dilakukan kurang mewujudkan desentralisasi dan otonomi daerah yang
memungkinkan setiap daerah berkembang maju dan rakyat pada umumnya belum dapat
diubah pandangannya terhadap kelautan, maka Benua Maritim Indonesia hanya akan
menunjukkan kemajuan yang terbatas dan tidak sesuai dengan potensinya. Juga
aktualisasi Wawasan Nusantara sangat dipengaruhi kemampuan kita memanfaatkan
komunikasi dan angkutan secara lebih luas untuk mengembangkan budaya nasional
Indonesia atau budaya Nusantara.
Kesatuan sistem politik nampaknya terjamin melalui
sentralisme, tetapi dalam kenyataan menimbulkan kerawanan yang berbahaya
sebagaimana telah dibuktikan dalam pemberontakan PRRI/Permesta.
Kesatuan sistem ekonomi jelas kurang terjamin oleh karena
terjadi kesenjangan yang lebar antara golongan kecil yang menguasai sekitar 70
persen produksi nasional dengan mayoritas rakyat yang masih miskin, diperberat
lagi oleh kesenjangan kemajuan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa.
Kesatuan dalam sosial budaya juga belum terwujud dengan
memuaskan, meskipun UUD 1945 telah menyatakan bahwa kebudayaan nasional
Indonesia adalah buah usaha budidaya rakyat Indonesia seluruhnya. Puncak-puncak
kebudayaan daerah merupakan bagian kebudayaan Indonesia. Dan perlu ada
pengambilan dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya
kebudayaan Indonesia. Dalam kenyataan masih belum cukup berkembang kebudayaan
nasional Indonesia.
Kesatuan dalam pertahanan-keamanan secara relatif lebih
terwujud ketimbang faktor lainnya, hal mana dibuktikan oleh keberhasilan bangsa
Indonesia mengatasi semua persoalan hankamnya sejak tahun 1945 hingga sekarang.
Akan tetapi dilihat dari kondisi geografi Indonesia belum pula ada
pertahanan-keamanan yang sesuai dengan tuntutan Benua Maritim Indonesia. Titik
berat hankam masih pada daratan belaka dan itupun baru pada aspek territorial.
Kemampuan di lautan dan di udara masih sangat terbatas. Itu berakibat kurang
baik, ketika ABRI kurang mampu mencegah masuknya pihak asing yang mengambil
kekayaan laut Indonesia secara tidak sah. Memang membangun kekuatan hankam yang
seimbang untuk daratan, lautan dan udara tidak murah. Sebab itu perlu lebih
dulu ada kemajuan besar dalam pembangunan ekonomi nasional. Itu tidak mungkin
tercapai secara optimal kalau kendala di atas masih belum dapat diatasi.
Melihat kondisi dan sifat rakyat Indonesia masa kini
nampaknya usaha untuk mengatasi kendala itu harus terutama bersumber pada
pemerintah dan dunia swasta. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah yang
memungkinkan terwujudnya desentralisasi dan otonomi daerah secara sukses.
Pemerintah pula harus menjalankan berbagai usaha untuk menarik lebih banyak
perhatian rakyat kepada lautan dan perairan pada umumnya. Kalau pemerintah
dapat merekayasa sehingga sebagai permulaan sekitar 5 persen penduduk Indonesia
berusaha di laut atau dalam pekerjaan yang bersangkutan dengan usaha laut,
pasti keadaan kesejahteraan Indonesia akan berubah. Lambat laun lebih banyak
lagi rakyat yang tertarik ke faktor lautan. Selain itu Pemerintah perlu
menyelenggarakan siaran radio dan televisi yang menunjang perkembangan budaya
nasional Indonesia. Dan mendorong pihak swasta untuk melakukan hal serupa
melalui radio dan televisi swasta. Di samping itu pemerintah harus
memperhatikan penyelenggaraan pendidikan umum yang bermutu, terutama di luar Jawa,
agar semuanya dapat menjalankan desentralisasi dengan efektif dan bermanfaat.
Pendidikan itu juga membuka pandangan rakyat terhadap faktor perairan Indonesia
yang demikian luasnya.
Pemerintah juga harus mendorong dan memberikan peluang
timbulnya usaha swasta yang bersangkutan dengan laut. Mengingat kondisi Kawasan
Indonesia Timur, maka perlu diberikan prioritas kepada perkembangan itu di
wilayah tersebut. Apalagi di wilayah tersebut luas laut dan kekayaan yang
terkandung di dalamnya cukup besar.
Usaha di perairan, khususnya di lautan, beraneka ragam
bentuknya. Banyak negara di dunia telah menjadi kaya dan maju karena faktor
kelautan. Malahan semua imperium yang pernah menguasai dunia mendasarkan
kekuasaannya atas kekuatannya di laut. Itu dimulai oleh Spanyol yang pada abad
ke 17 dapat mengatakan bahwa di wilayah kekuasaannya matahari tidak pernah
terbenam. Kemudian digantikan oleh Inggeris yang bahkan mempunyai semboyan :
Rule Brittania, Rule the Waves ! Setelah Inggeris mundur pada tahun 1940-an,
maka digantikan oleh AS yang juga merupakan kekuatan maritim besar. Usaha di
lautan menjadikan bangsa-bangsa itu pedagang besar yang memiliki armada
angkutan yang besar pula. Demikian pula armada perikanan mereka besar dan turut
menambah kekayaan bansganya. Malahan bangsa yang sebenarnya di daratan tidak
terlalu besar artinya, seperti Belanda dan Norwegia, telah menjadi kaya dan
cukup berkuasa karena mempunyai usaha yang luas di laut.
Adalah aneh sekali bahwa perairan berupa sungai besar, selat
dan lautan yang luas dan penuh kekayaan tidak kita manfaatkan dengan baik.
Selain menghasilkan makanan berupa ikan dan hasil laut lainnya, perairan kita
sangat berguna sebagai sarana untuk angkutan dan gerakan. Hingga kini kita
lebih memperhatikan jalan di darat yang tidak murah pembuatan dan
pemeliharaannya. Sedangkan perairan sebagai jalan tidak perlu dibuat dan
pemeliharaannya relatif sedikit. Banyak bangsa lain sudah memberikan contoh
tentang pemakaian perairan sebagai sarana angkutan dan gerakan. Juga lautan
kita banyak mengandung bahan tambang yang sekarang baru kita manfaatkan dalam
aspek minyak dan gas bumi saja. Dengan teknologi yang maju kita nanti juga
dapat memperoleh energi dari laut, apalagi kalau teknologi nuklir sudah
mencapai tingkat kemajuan besar dalam teknologi zat air. Yang tidak kalah
pentingnya adalah peran kelautan untuk parawisata, terutama di Kawasan Timur
Indonesia. Diperlukan usaha swasta yang jauh lebih aktif untuk memanfaatkan
perairan Indonesia, termasuk swasta di daerah.
Pemerintah dan swasta harus memberikan perhatian kepada
penelitian terhadap berbagai kemungkinan yang dapat diolah dari wilayah
Indonesia yang luas, baik daratan maupun perairannya. Apabila kita kurang giat
menjalankan itu, kita jangan heran kalau justru bangsa lain lebih banyak mengetahui
tentang kondisi wilayah kita. Dan atas dasar pengetahuan itu mengambil kekayaan
kita.
Mengenai pemanfaatan ruang angkasa kita untuk kepentingan
nasional juga amat penting. Sebab kalau tidak kita sendiri yang memanfaatkan,
pasti digunakan pihak lain. Sekarang saja kita sudah mengalami kesulitan besar
karena masuknya siaran televisi asing ke setiap rumah tangga melalui pemakaian
parabola. Pengaruh dari masuknya budaya asing memang tidak perlu negatif
asalkan kita pandai menyaring mana yang bermanfaat bagi kita. Namun kita juga
harus sadar bahwa dalam dunia yang penuh persaingan dewasa ini setiap pihak
berusaha mempengaruhi bangsa lain. Dengan demikian boleh dikatakan bahwa
benteng pertahanan bangsa ada dalam tiap-tiap individu warga negara. Sebab itu
kita harus membantu setiap warga negara dengan menyajikan siaran televisi yang
mampu bersaing dengan siaran televisi asing. Dengan begitu kewajibannya untuk
menyaring pengaruh dari luar akan jauh lebih ringan. Sebab tak mungkin kita
memblokir siaran televisi asing, karena teknologi dapat mengatasi setiap
hambatan yang artifisial itu. Jalan paling utama adalah penyajian siaran
televisi sendiri yang banyak dan tidak kalah menarik serta bermutu. Dalam hal
ini peran swasta amat besar dengan makin banyaknya televisi dan radio swasta. Pemanfaatan
ruang angkasa untuk komunikasi juga menjadi kepentingan hankam. Sekarang
teknologi elektronika sangat besar perannya terhadap pelaksanaan hankam. Tidak
saja untuk kepentingan penyebaran informasi, tetapi juga untuk langsung menjadi
sarana pengantar (guidance system) sistem senjata. Memang hal itu mengharuskan
kita mendalami ilmu pengetahuan dan teknologi dengan lebih intensif.
Apabila hal-hal di atas dapat kita laksanakan maka
aktualisasi Wawasan Nusantara sungguh-sungguh berjalan. Terbentuknya kesatuan
politik, kesatuan ekonomi, kesatuan sosial-budaya dan kesatuan
pertahanan-keamanan menjadi kenyataan. Maka boleh dikatakan bahwa terwujudnya
Benua Maritim Indonesia yang kokoh kuat, maju dan sejahtera serta aman sentosa
sangat tergantung pada perkembangan pikiran dan perasaan rakyat Indonesia.
Sebagaimana pada permulaan terwujudnya sikap kebangsaan adalah hasil perjuangan
pemuda Indonesia, maka hendaknya juga dalam membentuk kesadaran akan makna
Benua Maritim Indonesia bagi masa depan bangsa pemuda Indonesia memegang peran
utama. Namun kalau dulu pemuda Indonesia bangkit sendiri, sekarang di samping
kebangkitan pemuda atas prakarsa sendiri, sebaiknya diadakan pendidikan dan
pembinaan pemuda Indonesia menuju ke kondisi yang paling baik buat bangsa
Indonesia. Sebab makin banyak terjadi pengaruh terhadap pemuda Indonesia,
seperti meluasnya materialisme, yang menarik perhatian pemuda ke arah yang
berbeda dari kepentingan negara dan bangsa.
II.2
Keadaan dan Masalah Maritim Indonesia
Pembangunan
maritim Indonesia harus menggali potensi maritim untuk membulatkan akselerasi
Pembangunan Nasional yang diselenggarakan. Kenyataannya selama ini potensi maritim
belum mendapatkan prioritas penanganan secara proporsional sehingga berbagai
kendala tak pernah dapat diatasi secara tuntas, terutama menyangkut upaya
memelihara langkah dan keterpaduan pembangunan. Pembangunan maritim memerlukan
sistem pengelolaan terpadu wilayah pesisir dan lautan. Dalam pengelolaan ini
berbagai masalah akan muncul, berbagai konflik akan terjadi yang disebabkan
oleh adanya degradasi mutu dan fungsi lingkungan hidup yang antara lain
disebabkan karena musnahnya hutan bakau, rusaknya terumbu karang, abrasi
pantai, intrusi air lautm pencemaran lingkungan pesisir dan laut serta
perubahan iklim global. Berbagai masalah berakar dari:
1.
Masing – masing pelaku pembangunan dalam
menyusun perencanaan sangat terikat pada sektornya sendiri tanpa adanya sistem
koordinasi baku lintas sektor.
2.
Belum adanya lembaga yang berwenang
penuh baik di pusat maupun di daerah yang mempunyai wewenang penentu dalam
pembangunan maritim secara utuh
3.
Belum lengkapnya peraturan
perundang-undangan yang mengatur kewenangan pengelolaan sumberdaya maritim.
4.
Belum lengkapnya tataruang yang mencakup
wilayah pesisir dan laut nasional yang dapat dijadikan sebagai induk
perencanaan bagi daerah.
Untuk dapat menjamin
efektifitas pembangunan maritim, berbagai masalah tersebut harus dapat diatasi
secara tuntas, paling tidak yang terkait dengan:
1.
Penataaan peraturan perundang-undangan
dalam pengelolaan pembangunan maritim yang bersifat lintas sektoral
2.
Pembentukan wadah untuk penyusunan dan penerapan
mekanisme perencanaan dan pengawasan terpadu, pengelolaan yang dikoordinasikan
serta pengendalian yang sinkron
3.
Penciptaan dan peningkatan sumberdaya maritim
handal dan profesional.
4.
Penataan peraturan perundang- undangan
disertai upaya penegakan peraturan hukum yang konsisten
5.
Penetapan tata ruang maritim disertai
pola pengelolaan, pemanfaatan dan pendaya gunaannya
6.
Sistem pengumpulan dan pengelolaan
informasi maritim yang dapat diakses secara luas.
7.
Memperbesar kemampuan pengadaan sumber
dana yang dapat diserap dalam upaya pembangunan maritim dengan kemudahannya
8.
Pembentukan wadah untuk menyuburkan
upaya penelitian dan pengembangan maritim untuk dapat mempermudah penerapan
ilmu dan teknologi kelautan, utamanya bagi nelayan tradisional
II.
3 Kendala Umum dalam Pemanfaatan Wilayah Nusantara
Adapun berbagai kendala
umum yang muncul dalam rangka pemanfaatan laut wilayah nusantara untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat, terkait dengan fungsi dan kedudukan laut
berikut :
1.
Lautan sebagai sumber pemenuhan
kebutuhan dasar manusia. Pemanfaatan laut terutama sebagai sumber pangan belum
optimal. Pemanfaatan perikanan baru sekitar 35 % dari potensi yang ada. Masalah
yang dihadapi adalah : kualitas tenaga kerja dalam eksploitasi dan budidaya
laut masih kurang. Jumlah dan tingkat teknologi sarana penangkapan dan pengelolaan
masih perlu ditingkatkan
2.
Lautan dan dasar lau sebagai sumber
bahan dasar dan sumber energy. Berbagai mineral dan bahan baku industri
letaknya pada laut yang kedalamannya lebih dari 200 m. masalah yang dihadapi
dalam pemanfaatan laut sebagi sumber bahan baku dan sumber energy adalah
kurangnya tenaga ahli dan terampil yang mampu mengeksploitasi dan
mengeksplorasi sumber- sumber tersebut di dalam , disamping masalah
permodalannya
3.
Lautan sebagai medan kegiatan industri.
Pemanfaatan laut sebagai medan kegiatan industri belum efektif dan efesien.
Masalahnya antara lain adalah belum meratanya kegiatan industri
4.
Laut sebagai tempat bermukim dan
bermain. Pemanfaatan laut sebagai tempat bermukim bagi sebagian suku laut
seperti suku Badjo, suku anak lau, belumlah diatut dan dikelola dengan baik.
Demikian halnya laut sebagai tempat bermain/ olahraga seperti selancar, diving,
dsb.
5.
Laut sebagai medan hamkamnas. Bidang
hamkamnas sangan dominan pada laut sebagai media penting dalam kegiatan
hamkamnas. Permasalahan yang dihadapi adalah terbatasnya sarana untuk
pertahanan dan keamanan di laut.
6.
Laut sebagai zona ekonomi ekslusif
Indonesia. Dengan diberlakukannya konvensi PBB tentang hukum laut tahun 1982
(UNCLOS 82) maka Indonesia sebagai salah satu Negara yang diuntungkan, masalahnya
adalah semua potensi sumberdaya yang terdapat di ZEEI yang hak pengelolaannya
diberikan kepada Indonesia belum bisa diketahui secara pasti, apalagi
dimanfaatkan sebagai sumber pambangunan.
II.
4 Pembangunan Maritim Indonesia Jangka Panjang
Saat ini dapat
diidentifikasikan bahwa sedikitnya terdapat 12 unsur pembangunan maritim yang
terdiri atas : perikanan, perhubungan laut, industri maritim, pertambangan dan
energy, pariwisata bahari , tenaga kerja kelautan, pendidikan kelautan,
masyarakat bahari dan desa pantai, hukum tata kelautan, penerangan bahari,
survey pemetaan dan iptek kelautan, dan sumber daya alam dan lingkungan hidup
laut dan pantai. Namun didasarkan pada asa maksimal, lestari, daya saing,
prioritas, bertahap, berlanjut dan konsisten, maka hanya terdapat lima elemen
utama yang dijadikan sebagai focus pembangunan maritim, yaitu: perikanan,
perhubungan laut, industri maritim, pertambangan dan energy, serta pariwisata
bahari. Untuk mewujudkan hal tersebut maka disusunlah pembangunan maritim
Indonesia jangka panjang, dalam Pembangunan jangka panjang II Maritim Indonesia
dilakukan secara bertahap, dengan waktu yang masih tersisa 4 pelita (20 tahun)
pentahapannya dilakukan sebagai berikut
1.
Pelita VII penekanan dilakukan pada
perikanan dan pariwisata bahari dengan tanpa mengesampingkan pengembangan
sumberdaya manusia dan iptek maritim yang sesuai
2.
Pelita VIII penekanan diletakkan pada
perikanan, perhubungan laut dan pariwisata bahari seiring dengan pengembangan
iptek dan SDM yang diperlukan
3.
Pelita IX penenkannya diletakkan pada
perhubungan laut, pariwisata bahari seiring dengan peningkatan iptek dan SDM
4.
Pelita X penekanan diletakkan pada
pertambangan dan energy seiring dengan pengembangan SDM dan iptek yang
diperlukan
5.
Khusus pada pelita VII kelima elemen
pembangunan maritim Indonesia diarahkan pada sektor perikanan, daya saing dalam
globalisasi, perhubungan laut, industri maritim, pertambangan dan energy,
pariwisata bahari yang diproyeksikan dengan kebutuhan SDM dan IPTEK yang
sesuai.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Dari hasil
pembahasan diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
a) Benua Maritim Indonesia adalah hasil
perjuangan bangsa Indonesia melawan segala pihak yang tidak mau melihat bangsa
Indonesia yang merdeka dan bersatu di Kepulauan Nusantara yang merupakan satu
keutuhan geografis. Konsep BMI muncul sebagai salah satu cara untuk
mengekplorasi berbagai sumber daya alam yang ada di Indonesia khususnya sumber
daya kemaritiman.
b) potensi
maritim belum mendapatkan prioritas penanganan secara proporsional sehingga
berbagai kendala tak pernah dapat diatasi secara tuntas, terutama menyangkut
upaya memelihara langkah dan keterpaduan pembangunan. Pembangunan maritim
memerlukan sistem pengelolaan terpadu wilayah pesisir dan lautan.
c) Terdapat
berbagai kendala umum yang muncul dalam rangka pemanfaatan laut wilayah
nusantara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, terkait dengan fungsi dan
kedudukan laut, seperti kurangnya tenaga ahli, belum meratanya kegiatan industri,
maupun belum adanya pengaturan dan pengelolaan yang baik/
d) Pembangunan
maritim Indonesia jangka panjang diwujudkan dalam Pembangunan jangka panjang II Maritim
Indonesia yang dilakukan secara bertahap, dengan waktu yang masih tersisa 4
pelita (20 tahun).
III.2 Saran
Adapun Saran penulis
sehubungan dengan bahasan makalah ini, kepada rekan-rekan mahasiswa agar lebih
meningkatkan, menggali dan mengkaji lebih dalam mengenai pembangunan
Benua Maritim Indonesia, meliputi konsep pembangunan, berbagai keadaan dan
masalah kemaritim, serta pembangunan maritim Indonesia jangka panjang
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Kemaritiman
Indonesia. http://sayidiman.suryohadiprojo.com/. Diakses pada tanggal 8 Mei 2013 pukul 02.00 wita
Diakses
pada tanggal 8 Mei 2013 pukul 02.00 wita
Dahuri, Rokhmin dan Jacob Rais.
1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramita
Guan, John. 1997. Keahlian Pelaut dan
Ilmu Pelayaran. Bandung : Tarsito
Tim Pengajar WSBM Universitas Hasanuddin.
2012. Himpunan Materi Kuliah Wawasan
Sosial Budaya Maritim. Unit Pelaksana Teknis Mata Kuliah Umum,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
MAKALAH WAWASAN SOSIAL BUDAYA MARITIM
PEMBANGUNAN BENUA
MARITIM INDONESIA
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 9
M.
ASFAR SYAFAR i111 12 286
IRENE
F PASINO i111 12 296
MISWAR
YAKUB i111 12 282
AGUS
MAULANA i111 12 266
IBRAHIM
i111 12 278
MUHAMMAD
AQIL i111 12 307
UNIT PELAKSANA TEKNIS
MATA KULIAH UMUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan nikmat yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Pembangunan Benua Maritim Indonesia”
Terselesainya makalah ini tidak lepas
dari dukungan beberapa pihak yang telah memberikan kepada penulis berupa
motivasi, baik materi maupun moril. Oleh karena itu, penulis bermaksud
mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang tak
dapat saya sebutkan satu persatu, semua yang telah membantu terselesaikannya
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa
penyusunan makalah ini belum mencapai kesempurnaan, sehingga kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari berbagai pihak demi kesempurnaan
makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Makassar, 8 Mei 2013
Kelompok 9
kak izin ambil referensi, buat tugas :D
BalasHapussalam .. anak ganteng dari unhas.. PLH Magister S2 angk. 2014
BalasHapusIzin jadikan referensi kak
BalasHapus